Duet Walikota Mataram, H. Ahyar Abduh dan Wakil Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana menjadikan partisipasi masyarakat sebagai landasan utama membangun daerah. Berbekal prinsip itulah, program Penjaringan Aspirasi Masyarakat (Jaring Asmara) dilaksanakan. Program ini dipandang sebagai terobosan baru dalam meningkatkan partisipasi masyarakat.
DEMIKIAN mengemuka dalam diskusi terbatas bertema “Lebih Dekat dengan Jaring Asmara” yang digelar di Kantor Harian Suara NTB, Sabtu (4/6). Diskusi tersebut menghadirkan Wakil Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana, Kepala Bappeda Kota Mataram, Lalu Martawang, Ketua DPRD Kota Mataram, H. Didi Sumardi, Dr. Prayitno Basuki, Dr. Iwan Harsono, Dr. Mansur Afifi, H. Rudy Razak, Fairuz Abadi, SH dan Jana Hamdiana sebagai nara sumber. Diskusi dimoderatori Penanggung Jawab Harian Suara NTB yang juga Direktur Radio Global FM Lombok, H. Agus Talino.
Menurut Wakil Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana, substansi dari program Jaring Asmara adalah partisipasi. ‘’Soal partisipasi itu, dimensinya adalah bahwa ada yang bersifat langsung. Dan juga ada yang diintermediasi oleh lembaga-lembaga formal,’’ ujarnya.
Mohan meyakini, partisipasi ini adalah landasan utama bagi proses pembangunan daerah. ‘’Saya pikir karena partisipasi ini adalah semacam a key of corner stone, ini landasan utama kita di dalam membangun sebuah penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.”
Mohan menegaskan, semangat untuk menjadikan partisipasi sebagai landasan utama dalam pembangunan ini tidak akan hanya menjadi semangat yang terkunci di tingkat pemerintah dan penentu kebijakan saja. Semangat ini, menurutnya adalah semangat kolektif.
Mohan meyakini, dibukanya ruang partisipasi melalui Jaring Asmara, pemerintah tidak perlu merasa terbebani untuk memberikan stimulus kepada masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya. Menurutnya, masyarakat akan memberikan reaksi dan secara aktif menyuarakan sesuatu jika hal itu memang menjadi kebutuhan mereka.
‘’Sebenarnya kita tidak perlu terlalu berat untuk bisa bagaimana menstimulus respons mereka supaya bisa lebih responsif terhadap program kita. Sejauh memang kebutuhan mereka (terpenuhi) dan mereka puas dengan apa yang kita lakukan, sederhana saya kira. Ketika apa yang menjadi kebutuhan mereka terlayani, mereka puas, selesai persoalan.’’
Mohan menegaskan, semangat Pemkot Mataram saat ini adalah mencapai masyarakat yang demikian. Ia pun menyadari bahwa untuk mencapainya, dibutuhkan kerja keras dan energi yang cukup besar. Perkembangan Kota Mataram yang demikian pesat, menurut Mohan cukup membuat pihaknya kewalahan.
‘’Terus terang saat ini kami ini agak sedikit kewalahan. Kewalahan dengan kondisi kota kita yang sekarang ini, bapak-bapak saya kira juga mencermati di media sosial bagaimana sekarang perkembangan kota ini. Tingkat investasi yang cukup tinggi, kemudian juga kegiatan-kegiatan skala nasional, bahkan besok kita juga kebagian tugas, MTQ dan Hari Anak Nasional. Pemimpin-pemimpin Islam internasional. Ini kan skalanya dunia,’’ujarnya.
Meningkatnya minat investor dalam membangun di Kota Mataram menurut Mohan juga melahirkan tuntutan baru untuk Pemkot mataram. Ia mencontohkan, saat ini salah satu pengusaha besar yang segera berinvestasi di Kota Mataram adalah Chairul Tanjung. Mohan menjelaskan, Chairul Tanjung baru-baru ini sudah datang langsung dan telah membebaskan lokasi pembangunan Trans Studio dan Trans Mart di kawasan Sweta.
Mohan menegaskan, investasi-investasi baru berskala besar yang hadir di Kota Mataram, menurutnya harus dijaga bersama. Salah satu kuncinya adalah dengan menjaga keamanan. Jaring Asmara, menurut Mohan bisa menjadi wadah untuk terus melakukan komunikasi yang sehat bagi seluruh elemen di Ibukota Provinsi NTB ini.
Untuk itulah, program Jaring Asmara diharapkan tidak hanya menjadi sebatas program yang dikerjakan sambil lalu. Ia harus dilaksanakan dan terus dibenahi. Lalu apa dan bagaimanakah sebenarnya program ini?
Kepala Bappeda Kota Mataram, Lalu Martawang menjelaskan, lahirnya Program Jaring Asmara tak terlepas dari amanah Nomor 21 tahun 2001 tentang Musyawarah Pembangunan Bermitra Masyarakat (MPBM). Pada dasarnya, program ini lahir sebagai jawaban atas kebutuhan Pemkot Mataram untuk membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya.
Martawang menegaskan, Perda tentang MPBM telah lebih dulu muncul di banding Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan, yang substansinya juga tentang memberikan porsi lebih bagi pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
‘’Maka melihat logika seperti itu, secara jelas komitmen pemerintah dan masyarakat Kota Mataram lebih dulu dibandingkan dengan komitmen pemerintah pusat. Ini kalau kita lihat dari tahapan, munculnya Perda MPBM dan UU No. 25,’’ ujarnya.
Martawang menegaskan, saat ini penggunaan teknologi informasi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita. ‘’Satu orang bisa memiliki lebih dari satu akun facebook. Anak-anak yang baru lahir, ibu-ibunya sudah membuatkannya akun facebook,’’ ujarnya.
Kondisi ini melahirkan keharusan bagi Pemkot Mataram untuk dalam memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam penyampaian informasi. Proses ini dimulai saat ini, tepatnya di proses pengusulan RPJMD Kota Mataram 2016-2021. Di sini, Pemkot Mataram membuka ruang selebar-lebarnya agar masyarakat bisa memberikan masukan dalam target kita mencapai visi Kota Mataram yang Maju Religius dan Berbudaya.
Untuk menjaring aspirasi ini, Pemkot Mataram membuka banyak jalur. Mulai dari Facebook, LINE, WhatsApp hingga e-mail. Lewat jalur ini, banyak aspirasi mengalir.
‘’Ada banyak masukan masyarakat. Tapi bahasa masyarakat tentu beda dengan bahasa perencanaan. Bappeda Kota Mataram memformulasikan dari daftar keinginan masyarakat, aspirasi masyarakat tadi menjadi bahasa yang bersesuaian dengan konteks nomenklatur dalam dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.’’
Aspirasi yang sudah masuk kemudian dibahas dalam diskusi tematik. Diskusi tematik dipilah dalam empat katagori, yakni pelayanan publik, sumber daya manusia, pemberdayaan ekonomi dan sarana prasarana.
Martawang mengakui, masukan yang paling banyak diterima adalah yang berhubungan dengan pembangunan fisik. Mulai dari kebersihan, taman kota, sanitasi hingga drainase perkotaan. Menurutnya, ini merupakan tren yang wajar mengingat aspek fisik memang aspek yang paling terlihat kekurangan maupun kelebihannya.
“Tetapi juga bukan berarti masyarakat melihat bukan sebatas itu. Ada juga masukan yang menginginkan bahwa, kita tidak hanya membangun fisik tetapi dilihat juga bagaimana membangun akhlak dan moralitas masyarakat kota. Misalnya, ada masukan untuk menggalakkan aktivitas-aktivitas warga masyarakat pada jam-jam tertentu yang diharapkan nanti dapat menginternalisasikan nilai-nilai baik masyarakat Kota Mataram,’’ bebernya.
Sejauh ini, Jaring Asmara memang cukup berhasil membangun proses partisipasi. Namun, Martawang mengakui pencapaian ini belum cukup. Pihaknya menginginkan, program semacam ini tidak saja dijalankan dalam proses penyusunan RPJMD. Lebih jauh lagi, program ini diharapkan bisa melahirkan sebuah portal yang bisa menjadi ruang dialog yang secara intens bagi masyarakat Kota Mataram. Martawang meyakini, adanya dialog yang intens memungkinkan masyarakat untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
‘’Kami mencoba mendesainnya, mudah-mudahan nanti bisa menjadi sesuatu yang lebih terbuka selebar-lebarnya sebagai wujud dari komitmen Pemerintah Kota Mataram membuka ruang itu sekaligus siap menerima kritik dan saran yang konstruktif bagi pembangunan di Kota Mataram.’’
Ketua DPRD Kota Mataram, H. Didi Sumardi menekankan, Jaring Asmara merupakan salah satu implementasi dari konsep pembangunan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Didi menegaskan, rakyat memang harus diberikan ruang untuk mengekspresikan keinginannya. Sebab, merekalah yang paling mengerti apa yang mereka butuhkan sesungguhnya. ‘’Tentu kebutuhan rakyat itu beragam sesuai dengan kondisinya masing-masing.’’
Kepada eksekutif, Didi mengingatkan bahwa Kota Mataram memiliki karakter yang heterogen, dengan kebutuhan yang beragam pula. Karakter ini membuat penentu kebijakan relatif lebih sulit dalam memformulasikan sebuah kebijakan. ‘’Tantangan kita adalah, bagaimana mengidentifikasi secara tepat aspirasi masyarakat itu, di kota itu lebih tinggi. Bagaimana ketepatan kita mengidentifikasi,’’ sarannya.
Didi menegaskan, proses kurasi terhadap aspirasi masyarakat itu harusnya dilakukan melalui sistem yang baik. Jika tidak, maka ia akan berjalan tanpa arah. ‘’Sebatas hanya melakukan kerja-kerja, yang penting ini sudah kita bangun, kemudian ini masuk, soal bagaimana, soal nanti,’’ ujarnya.
Selain program Jaring Asmara yang mengandalkan teknologi informasi, Didi juga menegaskan pentingnya membenahi Musyawarah Pembangunan Bermitra Masyarakat alias MPBM. Didi menegaskan, dalam MPBM, terdapat proses edukasi. Masyarakat dididik untuk menyalurkan aspirasinya secara bertanggung jawab.
‘’Juga masyarakat memiliki kemampuan untuk bisa menilai kesungguhan dari kita sebagai pelaksana amanah dari masyarakat. Bagaimana juga mengawasi, bagaimana mengevaluasi dan sebagainya.”
Didi menyayangkan MPBM yang kini cenderung hanya dimaknai sebagai proses yang bermuara pada APBD semata. Padahal, seharusnya tidaklah demikian. Didi menegaskan, MPBM seharusnya mengidentifikasi tiga hal. Pertama, persoalan yang harus dijadikan program pemerintah melalui APBD. “Dan program itu tidak mungkin dilakukan selain dari pemerintah. Nah kelihatannya ini sekarang yang dominan. Seolah-olah yang lain kurang penting,’’ ujarnya.
Kedua, MPBM harus bisa mengidentifikasi persoalan-persoalan masyarakat dalam rangka partisipasi masyarakat. Dalam konteks ini, masyarakat menemukan masalahnya sendiri, masyarakat memahami masalahnya, dan mereka juga yang menangani masalahnya.
Sementara identifikasi ketiga dilakukan untuk urusan yang tidak bisa ditangani sendiri oleh pemerintah atau masyarakat. Urusan semacam ini tentu harus ditangani bersama oleh kedua pihak. ‘’Pemerintah bisa bersinergi, masyarakat bisa bersinergi, pihak-pihak tertentu bisa menjadi bagian tidak terpisahkan dari memecahkan masalah,’’ tandasnya.
Fairuz Abadi dari Lombok Inisiatif menilai, Jaring Asmara merupakan sebuah program yang memperkaya khazanah pembangunan di Kota Mataram. ‘’Kata Jaring Asmara pun cukup seksi, menarik memang. Dan saya terpesona,’’ sanjungnya. Menurut Fairuz, jika sebelumnya proses penjaringan aspirasi dilakukan melalui media tradisional seperti tatap muka, temu wicara dan lainnya, kini media itu saja tidak cukup.
Fairuz memberikan gambaran bahwa penguasaan teknologi dalam berkomunikasi sudah mengalami perluasan yang cukup signifikan. Saat ini, ujarnya 60,4 persen penduduk Indonesia sudah mengakses internet. Tahun 2015, jumlah pengguna internet di Indonesia diproyeksikan mencapai 139 juta penduduk. Mengingat Kota Mataram saat ini memiliki penduduk sekitar 441 ribu jiwa, maka diperkirakan ada 240 ribu warga Kota Mataram yang mengakses informasi via internet.
“Tarik saja 10 persen dari salah satu metodologi dari konsep itu sudah sangat dahsyat. Ada MPBM mulai dari tingkat lingkungnan, RT sampai tingkat kota. Tapi teknologi tidak bisa dibendung,’’ ujarnya mengingatkan. Fairuz meyakini, terobosan dengan memberikan ruang interaksi saja tidak akan cukup. Menurutnya, interaksi yang terjadi bisa saja mengandung muatan-muatan positif yang seharusnya tersimpan dalam server tersendiri yang dibangun pemerintah.
“Sosial media yang kita pahami hanya tempat kita share bukan tempat simpan dokumen. Menyimpan dokumen harus pada sebuah situs portal website yang bertanggung jawab dengan server yang dilindungi negara,’’ sarannya. Fairuz menyebut portal ini bisa diberi nama Tekot Mataram. Tekot merupakan sebuah wadah dari daun pisang atau sejenisnya yang dipakai untuk menampung makanan. Secara filosofi, tekot ini memiliki kesamaan dengan keperluan penyimpanan dokumen-dokumen tadi. Selain itu, tekot juga merupakan akronim dari Teknologi Kota.
Pendiri Kampung Media ini menegaskan, jejaring Tekot Mataram nantinya dapat dibangun di 50 kelurahan dan 322 lingkungan yang ada. “Kalau kita punya 300 motivator penggerak lingkungan yang kita desain dengan menggunakan portal Jaring Asmara, kemudian jadi Tekot Mataram, itu tidak terjebak ruang waktu,” tandasnya.
Salah seorang masyarakat Kota Mataram, Jana Hamdiana menegaskan, pada dasarnya masyarakat Kota Mataram memiliki harapan yang sama dengan pemimpinnya. Hanya saja, ia menilai masih banyak kendala yang menghadang tercapainya harapan ini.
Menurut Jana, MPBM sebagai salah satu fungsi pengelolaan aspirasi masyarakat memang masih memiliki kekurangan dan kelebihan. Karena itulah, MPBM perlu dipertajam dengan pola yang lebih peka dalam memenuhi hak masyarakat untuk mencari dan menemukan solusi atas persoalannya.
Jana menegaskan, Jaring Asmara bisa dimanfaatkan sebagai tempat melakukan proses edukasi terkait bagaimana masyarakat menyalurkan aspirasinya.
Ia berpesan, masukan-masukan dari masyarakat nantinya juga harus menjadi rujukan bagi Bappeda dalam menyusun program yang lebih canggih. Bahasa-bahasa yang disampaikan masyarakat, tentunya akan ditransformasikan dalam bahasa program yang bisa menjawab kebutuhan mereka. Jana pun menilai, program yang ‘’seksi’’ ini bisa mengharumkan nama Kota Mataram di pentas nasional, bahkan dunia.
‘’Kita berharap dengan Jaring Asmara yang dibuat oleh Kepala Bappeda yang katanya cukup ‘’seksi’’ ini. Harapan kita bagaimana Mataram bisa menggetarkan nasional apalagi (hingga) keluar negeri misalnya.’’ (aan/ndi/ron/yan/nas)
No Comments