Mengakses pinjaman dana ke perusahaan keuangan digital adalah suatu hal yang lumrah. Dalam meminjam uang mesti teliti dan cermat, agar tidak terjebak dalam bunga tinggi, intimidasi hingga teror dari pihak pemberi pinjaman dengan menebar data nasabah. Belakangan ini, banyak nasabah yang meminjam pada pinjaman online (pinjol) ilegal mengalami pengalaman buruk. Mereka diteror dengan perkataan yang tidak sepantasnya hingga data nasabah disebar. Seperti apa pengalaman buruk para nasabah pinjol ini saat telat membayar utang?
BANYAK pengalaman buruk masyarakat yang menjadi nasabah aplikasi pinjol ini. Selain suku bunganya tidak ada perhitungan yang jelas, tenornya yang sangat pendek, juga aneka intimidasi dan pencemaran nama baik akan dilakukan oleh perusahaan pinjaman jika nasabahnya gagal bayar.
Irw, salah seorang warga Lobar yang pernah berurusan dengan pinjol ini menuturkan, ia terjebak dalam skema pinjol sekitar dua bulan yang lalu. Dari sekitar 10 juta pinjaman yang diakses di beberapa aplikasi pinjol ilegal, kewajiban yang harus dia bayar saat ini sekitar Rp20 juta, karena terus berbunga.
Lantaran gagal bayar, data diri beserta foto Irw disebar ke semua nomor kontak yang ada di HP miliknya. Karena saat mengakses pinjaman di pinjol ilegal mensyaratkan semua kontak di HP peminjam bisa diambil, maka mereka dengan leluasa melakukan teror dan menyebar data diri peminjam ke semua nomor kontak tersebut.
“Bahkan risikonya kalau kita berurusan dengan pinjol ilegal itu, tiga hari sebelum jatuh tempo itu mereka sudah meneror. Bahkan mereka melakukan penyebaran data. Yang saya tahu itu ada lebih dari 500 nomor kontak di HP saya itu saya itu diambil semua dan di-share secara serentak,” tuturnya kepada Global FM Lombok, Sabtu (28/08)
Perusahaan pinjol ilegal itu, ujarnya, akan mengedit foto dan KTP peminjam dan ditambahkan dengan narasi-narasi yang sangat kasar, kemudian disebar ke semua nomor kontak yang ada di HP peminjam tersebut. Tidak hanya nomor kontak yang berhasil diambil oleh pinjol ilegal, namun semua data di HP juga bisa diambil, termasuk semua aplikasi yang pernah diunduh, sehingga tindakan mereka dinilai masuk dalam kategori pencurian data.
Salah satu yang menjadi ciri khas pinjol ilegal adalah kemudahan dalam pencairan dana pinjaman namun dengan tenor waktu yang sangat pendek yaitu satu minggu. Kata Irw, pada hari kelima setelah mendapat dana pinjaman, perusahaan tersebut sudah mulai menagih dengan cara meneror bahkan melakukan penyebaran data.
Saat berurusan dengan pinjol ilegal, tambahnya, suku bunga pinjaman sering tidak jelas. Sebab saat masyarakat mengakses pinjaman ke satu aplikasi tertentu, aplikasi ini kerap bertindak sebagai broker yang menghubungkan antara peminjam dengan pemberi dana.
“Dalam satu aplikasi itu, ada lebih dari 20 link untuk melakukan peminjaman. Biasanya masyarakat akan terjebak di sana. Begitu masyarakat mengklik tanpa verifikasi konten, akan banyak link itu yang akan transfer dana ke peminjam,” katanya.
Soal bunga pinjaman memang kerap tidak masuk akal. Irw mencontohkan, jika masyarakat mengakses pinjaman sekitar Rp 2 juta ke aplikasi pinjol itu, maka yang akan masuk ke rekening biasanya jauh berkurang dari itu misalnya Rp 1,2 juta dengan tenor tujuh hari. Sebelum hari ke tujuh, mereka sudah mengirim SMS peringatan bahkan teror agar pinjaman segera dikembalikan.
Jika si nasabah tak mampu mengembalikan pinjamannya dengan cepat, maka aplikasi itu akan mengarahkan nasabah tersebut untuk mengakses pinjaman lagi ke link tertentu agar dana sebelumnya bisa terbayar. Begitulah seterusnya, seperti gali lubang tutup lubang, sehingga si nasabah benar-benar terjebak dalam skema pinjol ilegal tersebut.
“Saya sudah mengadu melalui email Kominfo mengenai pinjol ilegal ini. Minggunya saya mengadukan dan hari Senin itu ada berita saya dapat bahwa ada lima pihak yaitu OJK, BI, Polri, Kominfo dan Kemenkop UKM yang berkomitmen untuk memberantas aktivitas pinjol ilegal ini,” jelasnya.
Dirinya memberi apresiasi terhadap upaya pemerintah pusat untuk memberastas perusahaan pinjol ilegal ini. Namun demikian ia masih melihat adanya aplikasi perusahaan pinjol ilegal ini yang masih lolos dari pemantauan Kominfo, sehingga ia berharap ketegasan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
Pinjol ilegal semakin meresahkan lantaran diduga memperjualbelikan data pribadi seseorang. Data yang mereka ambil dari nasabahnya diduga dijual lagi ke perusahaan pinjol lainnya. Indikasinya yaitu para nasabah yang mengakses di satu perusahaan pinjol akan menerima penawaran dari perusahaan-perusahaan pinjol lainnya melalui nomor kontak.
Selanjutnya pria yang bekerja di sektor swasta ini memberi saran kepada masyarakat yang belum pernah mencoba mengakses aplikasi pinjol ini agar menghindarinya. “Yang legal-pun sebenarnya kita diwanti-wanti agar jangan pernah melakukan. Bahkan yang legal saja mereka masih melakukan penagihan dengan bahasa yang kurang enak,” sarannya.
Pengalaman pahit serupa juga dialami YN. Salah satu pengajar Taman Kanak-kanak di Kabupaten Lombok Barat ini meratap, menyesal, dan harus menanggung malu. Bagaimana tidak, dirinya dipermalukan secara sosial oleh layanan pinjaman online tempatnya meminjam dana.
Awalnya YN tergitu menjadi nasabah, karena kemudahan yang ditawarkan. Cukup dengan memfoto diri dengan KTP, kemudian mengirim identitas KTP. Tak lama, dana sudah diterima di rekening. Siapa sangka, janji menolong pemberi pinjaman rupanya petaka sosial baginya.
Seluruh kontak di nomor HP YN sudah menjadi senjata, semua diteror. Teman, kolega, keluarga, dan handai taulan.
Sebuah pemberitahuan masuk ke WhatsApp, ke SMS. Mengaku dari Aplikasi Beruang, dan menyebut, seluruh nomor kontak di HP YN sudah dijadikan kontak darurat. Dalam pemberitahuannya, aplikasi ini menyampaikan atas nama YN, alamat, dan tempat bekerja sedang berutang. Dan diminta kepada pemilik kontak untuk mengingatkan YN agar segera menyelesaikan utang-utangnya di aplikasi YN.
Dalam pemberitahuan aplikasi ini, dicantumkan juga foto wajah YN close up dengan menunjukkan KTP di bawah dagu. Aplikasi ini bahkan menyebut YN dengan istilah-istilah yang sangat kasar dan tidak manusiawi.
Aplikasi ini juga menyatakan kepada seluruh nomor kontak yang ada di ponsel YN, jika tidak mengingatkan YN untuk melunasi utang-utangnya, maka akan terus diteror. Hal ini tentu sangat mengganggu bagi semua pemilik kontak yang tidak tahu menahu perihal pinjaman ini.
YN kepada media ini bahkan memberikan klarifikasi. Ini bunyi klarifikasinya. “Saya mohon maaf atas ketidaknyaman semua ini, apabila ada yang WA ke kontak teman-teman dari pihak pinjol.
Diakuinya, dirinya benar telah melakukan pinjaman di aplikasi pinjol. Dan ada yang WA, SMS, telepon menyebut nama saya,saya minta tolong dari hati saya paling dalam tolong jangan direspon. ‘’Saya begini karena saya sudah tidak mampu bayar pinjaman,’’ tuturnya.
Awalnya Rp5 juta sudah membengkak ke Rp56 juta dalam tempo singkat. “Saya pinjam mulai Bulan Juli 2021. Saya tidak mengira uang sangat banyak dan dan saya tidak menggunakan uang itu sepersen pun,” tuturnya.
Dirinya sudah berusaha membayarkanya hampir Rp30juta dan pinjamannya tidak semakin lunas, tapi semakin berkembang. ‘’Mereka menyebarkan data-data saya ke semua kontak yang ada di HP saya,’’ tambahnya.
Untuk itu, secara pribadi dirinya mohon maaf sebesar-besarnya pada teman-teman yang ada di kontaknya, karena tidak nyaman menerima WA atau SMS dari pemberi pinjaman. Dirinya sangat menyesal dengan semua ini. ‘’Saya malu,sangat malu sama semuanya. Semua kontak, SMS, WA, telepon saya sudah disadap. Jadi mereka sudah tahu nomor ibu-ibu guru, teman dan lainnya,’’bunyi pemberitahuan terbuka yang disampaikan YN kepada semua kolega dan kontak ponselnya.
Pinjol ilegal ini, ujarnya, membuatnya sangat terpukul. Psikisnya menurutnya terganggu, karena beban sosial yang harus ditanggung. Upaya yang sudah dilakukan YN adalah dengan melapor kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Harapannya, otoritas bisa membantu menyelesaikan persoalan yang sudah menjeratnya ini.
OJK Terima Laporan Pengaduan Pinjol Ilegal
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTB sudah mulai menerima laporan terkait pinjaman online (pinjol) ilegal. Sejauh ini, baru tiga pengaduan yang sudah masuk. Dua di antaranya dilaporkan via telepon, satu laporan langsung.
Maraknya penawaran pinjol ilegal di wilayah NTB telah meresahkan banyak pihak. Keberadaan pinjol ilegal dinilai lebih banyak merugikan konsumen, dibandingkan manfaatnya. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya pemahaman masyarakat mengenai layanan pinjol ilegal dan risikonya, sehingga menjadi atensi OJK.
Kepala OJK Provinsi NTB Rico Rinaldy menekankan pentingnya masyarakat untuk memahami bahwa pinjol ilegal berbeda dengan fintech lending/peer-to-peer lending yang berada di bawah pengawasan OJK.
Pinjol ilegal memiliki ciri-ciri umum, di antaranya tidak memiliki izin resmi, tidak ada identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas, pemberian pinjaman sangat mudah, informasi bunga dan denda tidak jelas, bunga pinjaman tidak dibatasi, dapat mengakses seluruh data di ponsel, serta menggunakan ancaman teror dan menyebarkan foto/video pribadi.
“Tidak heran bila konsumen pinjol ilegal kerap kali mengeluh sulit untuk keluar dari jerat tersebut, dan merasa terintimidasi dengan penagihan yang dilakukan,” kata Rico.
Praktik pinjol ilegal jauh berbeda dengan fintech lending/pinjol resmi yang menjalankan operasionalnya berdasarkan POJK 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. POJK tersebut mengatur secara menyeluruh mulai dari perizinan, batasan kegiatan, hingga larangan penyelenggara.
Mereka hanya diperkenankan untuk mengakses kamera, microphone, dan location (camilan) dari ponsel konsumen, sehingga penagihan dengan ancaman penyebaran data pribadi dapat dicegah.
Selain itu konsumen pinjol resmi dapat mengakses layanan pengaduan OJK melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK), yang dapat diakses langsung melalui www.kontak157.ojk.go.id. Masyarakat pun dapat dengan mudah mengecek daftar pinjol resmi di laman www.ojk.go.id, atau menghubungi kontak OJK 157 dan layanan WA 081-157-157-157. Mengacu pada data per 27 Juli 2021, jumlah fintech yang terdaftar dan/atau berizin di OJK berjumlah 121 entitas.
Per tanggal 27 Juli 2021, perusahaan fintech lending yang terdaftar di OJK sudah mencapai 121 Platform. Jenis usahanya konvensional dan syariah. Pelayanannya berbasis android dan IOS.
OJK selama ini telah melakukan berbagai kebijakan untuk memberantas pinjol ilegal melalui Satgas Waspada Investasi (SWI), termasuk menjalankan berbagai program edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan fintech lending yang terdaftar atau berizin di OJK dan mencegah masyarakat memanfaatkan pinjol ilegal.
OJK juga telah mendapatkan respons positif dari Google atas permintaan kerja sama mengenai syarat aplikasi pinjaman pribadi di Indonesia yang sering disalahgunakan oleh pinjol ilegal. Terhitung sejak tanggal 28 Juli 2021, Google menambahkan persyaratan tambahan kelayakan bagi aplikasi pinjaman pribadi antara lain berupa dokumen lisensi atau terdaftar di OJK.
Langkah terbaru yang dilakukan dalam membendung tawaran pinjol ilegal adalah melalui Pernyataan Bersama Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia pada tanggal 20 Agustus 2021, untuk memperkuat aspek pencegahan, penanganan pengaduan masyarakat, dan penegakan hukum.
“Kami mengharapkan peran aktif masyarakat dalam memutus rantai pinjaman online ilegal, yaitu dengan tidak mengakses, mengunduh aplikasi, dan mengajukan pinjaman online ilegal. Pinjol ilegal tidak dapat tumbuh jika tidak ada demand atau permintaan dari masyarakat,” ujar Rico.
Untuk itu masyarakat diharapkan untuk tidak mudah tergiur dengan berbagai penawaran pinjol ilegal yang kerap disampaikan melalui SMS atau WA, serta melaporkan kasus pinjaman online ilegal melalui Kepolisian lewat website https://patrolisiber.id dan [email protected] atau Kontak OJK 157 (WA 081-157-157-157), email [email protected] atau [email protected], laman web aduankonten.id, email [email protected] atau WA 08119224545.
Masyarakat Diminta Bijak Menggunakan Aplikasi Fintech
PEMERINTAH Pusat saat ini memberi perhatian yang besar terhadap maraknya aktivitas pinjaman online (pinjol) di seluruh Indonesia, termasuk di NTB. Aplikasi yang menawarkan pinjol ini bertebaran, baik yang legal maupun yang ilegal. Aktivitas pinjol ilegal inilah yang belakangan sering membuat riuh. Banyak masyarakat yang terjebak bunga pinjaman online ini dan bahkan yang paling parah adalah perusakan nama baik jika terjadi kegagalan pembayaran. Lantas dari sisi teknologi bagaimana financial technologi (fintech) ini bekerja?
Pakar Teknologi Informasi NTB Jian Budiarto, M.Eng., mengatakan, fintech pertama kali muncul digunakan sebagai micro payment. Teknologi digunakan untuk kebutuhan pembayaran masyarakat secara cepat tanpa harus menggunakan transaksi perbankan. Sampai saat ini fintech berkembang pesat sampai dalam bentuk pinjol.
Menurutnya, ada beberapa hal yang harus menjadi garansi sebuah fintech diciptakan. Pertama, adalah transaksi yang aman. Sebab jika terjadi kesalahan sistem, maka akan berdampak fatal terhadap perusahaan. Garansi yang kedua adalah data yang akurat. “Kegiatan finansial tanpa melibatkan pertemuan fisik memerlukan data yang akurat. Hal ini menjamin bagi pengguna dan perusahaan keuangan tidak mengalami kerugian,” terangnya.
Saat ini dengan hanya bermodal KTP, beberapa fintech menjamin dana yang diminta oleh masyarakat akan langsung cair. Lalu bagaimana fintech menjamin perusahaan tidak mengalami kerugian?
Kata Jian Budiarto, biasanya masyarakat yang ingin mengakses dana pinjaman akan diminta menginstall aplikasi pada perangkat smartphone dan mengisi beberapa form. Aplikasi tersebut mewajibkan pengguna untuk mengizinkan adanya sinkronisasi kontak telepon.
“Mereka akan menganalisis institusi Anda, institusi sahabat Anda, mengumpulkan kontak keluarga, dan memperkirakan tingkat keuangan Anda. Berdasarkan informasi tersebut fintech Akan memutuskan apakah Anda akan mendapatkan pinjaman atau tidak. Terlebih saat ini fintech dilengkapi dengan kecerdasan buatan yang dapat membantu memberikan keputusan,” terangnya.
Jika peminjam mengalami kegagalan pembayaran, perusahaan keuangan yang tak berizin ini akan merespon setiap kegagalan pembayaran dengan peringatan, intimidasi bahkan pengancaman. Mereka akan melakukan pengancaman bukan hanya kepada peminjam, namun juga kepada institusi, sahabat, dan keluarga dengan maksud untuk merusak reputasi peminjam tersebut. “Di sinilah sinronisasi kontak diperlukan oleh perusahaan keuangan tersebut yaitu untuk memberikan ancaman jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,” katanya.
Bagi masyarakat yang mendapatkan informasi pinjol atau jenis fintech lainnya ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan. Pertama kata Jian, hindari tawaran menggiurkan dengan usaha yang sangat minimal. Kedua, lakukan pengecekan ke situs utama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) apakah fintech tersebut memiliki izin atau tidak. Ketiga waspada terhadap aplikasi Financial Technologi yang mengumpulkan kontak telepon anda. “Anda dapat mengetahui ini dengan mengecek “Apps Permissions” pada smartphone Anda,” tutupnya. (ris/bul)
No Comments