Infrastruktur dan Indonesia Emas 2045

Global FM
27 Mar 2025 14:33
4 minutes reading

Infrastruktur dan Indonesia Emas 2045

Oleh : Anggota Komisi V DPR RI dari Dapil NTB II H.Abdul Hadi SE, MM

Indonesia menargetkan menjadi negara maju pada 2045. Saat berusia 100 tahun kemerdekaan, ekonomi nasional sudah sejajar dengan negara-negara berpendapatan tinggi, dengan Gross National Product/GNI per kapita di atas USD30.000 per penduduk. Tentu, target tersebut cukup menantang tetapi tetap realistis jika didukung oleh berbagai kebijakan strategis.

Untuk menjadi negara maju, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 menetapkan tiga transformasi yang: sosial, ekonomi, dan tata kelola. Transformasi sosial fokus pada perbaikan kualitas sumber daya manusia sedangkan transformasi ekonomi diarahkan untuk memacu Indonesia keluar dari middle income trap. Transformasi tata kelola bertujuan memperbaiki birokrasi untuk mendukung perekonomian.

Transformasi ekonomi menetapkan target-target setiap tahapan pembangunan. Dibutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen per tahun agar bisa mengejar ketertinggalan GNI per kapita. Untuk mencapai hal tersebut, perekonomian nasional harus didukung oleh iklim berusaha kondusif sehingga investasi meningkat signifikan. Perekonomian nasional membutuhkan dana pembangunan besar untuk mencapai target pertumbuhan yang ditetapkan.

Sementara itu, dalam satu dekade terakhir realisasi pertumbuhan ekonomi nasional belum pernah 6 persen. Sebagian besar sumber dana tersebut berasal dari swasta melalui penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA). Tahap pertama transformasi ekonomi membutuhkan dana pembangunan sekitar Rp42 ribu triliun, terus meningkat pada tahap ii-iv. Angka tersebut sangat tinggi di tengah kondisi ekonomi domestik dan global yang belum membaik.

Salah satu indikator yang menunjukkan daya saing investasi adalah Incremental Capital Output Rasio (ICOR). ICOR adalah rasio yang menunjukkan besarnya tambahan investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan output sebanyak satu unit. Semakin tinggi maka investasi semakin tidak efisien. Saat ini, ICOR Indonesia masih tinggi, di atas 6 persen. Sementara negara-negara sekawasan seperti Thailand dan Malaysia sekitar 4 persen. Pada tahap I (2025-2029) pemerintah menargetkan penurunan ICOR menjadi 5,3 persen sedangkan pada tahap II (2030-2034) menjadi 4,3 persen. Pada tahap III dan IV, ICOR bergerak ke 4,4 persen dan 5 persen.

Politisi PKS ini mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi tingginya ICOR Indonesia. Salah satu faktor tersebut adalah ketersediaan dan kualitas infrastruktur. Infrastruktur sangat penting untuk mendukung efisiensi perekonomian. Dengan demikian, distribusi barang dan jasa ke seluruh pelosok negeri terjaga.

Secara umum, performa infrastruktur Indonesia belum cukup memadai. Beberapa data yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, tingginya biaya logistik. Bappenas (2023) mencatat, biaya logistik Indonesia masih cukup tinggi, sekitar14 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). RPJPN 2025-2045 menargetkan biaya logistik terhadap PDB dapat ditekan menjadi 9 persen pada 2045. Kedua, relatif rendahnya stok infrastruktur Indonesia, hanya 43 persen, jauh di bawah negara-negara maju sebesar 70 persen dari PDB. Stok infrastruktur di Jerman mencapai 71 persen; Spanyol 73 persen; Polandia 80 persen; Italia 82 persen dan Afrika Selatan 87 persen (Bank Dunia, 2015).

Ketiga, belum membaiknya peringkat daya saing infrastruktur Indonesia. IMD World Competitiveness Ranking (WCR) menjelaskan bahwa pada 2024 peringkat infrastruktur Indonesia pada rangking 52. Korea Selatan, sebagai salah satu negara maju di Asia, memiliki peringkat infrastruktur ke 11 di dunia sedangkan China peringkat 15 dunia.

Krusial ketersediaan anggaran

Ketersediaan anggaran merupakan faktor penting dalam merealisasi pembangunan infrastruktur. Sampai saat ini, anggaran infrastruktur masih mengandalkan belanja modal pemerintah pusat. Tahun 2015, belanja modal mencapai Rp215,4 triliun sedangkan tahun 2025 hanya Rp234,11 triliun. Meski meningkat tipis tetapi porsi belanja modal terhadap belanja pemerintah pusat menurun. Tahun 2015, porsi belanja modal terhadap belanja pemerintah pusat mencapai 18,21 persen; turun signifikan pada 2025. APBN-2025 menunjukkan bahwa porsi belanja modal hanya 8,67 persen. Relatif rendahnya porsi belanja modal 2025 cukup mengkhawatirkan, apalagi munculnya efisiensi anggaran.

Awalnya, Kementerian PU terkena efisiensi anggaran hingga Rp81 triliun, yg hanya cukup untuk belanja pegawai , Alhamdulillah kebijakan baru pemerintah kembali mengalokasikan dg adanya pembahasan baru dengan Anggota komisi V DPR RI. Posisi pagu indikatif Kementerian PU pada 2025 sekitar Rp50,4 triliun. Demikian pula dengan anggaran dan pagu untuk kementrian lain yg menjadi mitra komisi V DPR RI yang membidangi masalah infrastruktur.(r)

No Comments

Leave a Reply