Ikuti Penyesuaian Iuran BPJS, Rumah Sakit Didorong Tingkatkan Pelayanan

Global FM
15 Jan 2020 14:03
4 minutes reading
dr. Nurhandini Eka Dewi (Global FM Lombok/dok)

Mataram (Global FM Lombok) – Penyesuaian iuran jaminan kesehatan sesuai dengan Perpres 75 Tahun 2019 menjadi atensi Dinas Kesehatan (Dikes) NTB. Khususnya terkait peningkatan pelayanan di rumah sakit yang disyaratkan dalam perpres tersebut.

“Kita di bidang kesehatan, terutama rumah sakit, mengantisipasi penambahan tempat tidur di kelas tiga,” ujar Kepala Dikes NTB, dr. Nurhandini Eka Dewi, Sp.A, M.PH, kepada Global FM Lombok, Selasa (14/1). Hal tersebut menyangkut banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang memilih turun kelas untuk memperkecil besaran iuran yang harus dibayarkan setiap bulan.

Mengingat pemerintah mempermudah persyaratan pergantian kelas peserta BPJS kesehatan, kata Eka, pihaknya mencatat telah banyak masyarakat yang memanfaatkan hal tersebut. “Jadi itu kerjasamanya, kita akan pantau dengan BPJS berapa persen kelas I dan kelas II yang turun ke kelas III,” ujarnya.

Evaluasi akan dilakukan setiap bulan. Rumah sakit yang paling banyak menerima peserta BPJS Kesehatan kelas III akan diprioritaskan untuk menambah jumlah tempat tidur untuk mengakomodir kebutuhan pasien.

Selain itu, peningkatan pelayanan juga akan didukung dengan penerapapan sistem pendaftaran berbasis daring (dalam jaringan) bagi pasien. “Untuk mengurangi daftar tunggu, pendaftaran online (daring) digunakan supaya masyarakat tidak terlalu lama menunggu,” ujar Eka.

Dicontohkan seperti penerapan pendaftaran daring di beberapa rumah sakit di Pulau Jawa yang memperpendek antrian pasien. Di mana pasien mendapatkan jam pasti pelayanan, sehingga tidak perlu datang berjam-jam sebelum jadwal pelayanan dari pasien itu sendiri.

Baca Juga : Telkomsel Akselerasikan Transformasi Digital Layanan Kesehatan

“Supaya pasien juga tidak menumpuk di rumah sakit, jadi itu salah satu yang disarankan,” ujar Eka. Untuk di NTB, sebagian besar rumah sakit telah menerapkan sistem pendaftaran daring, termasuk beberapa puskesmas yang ada.

Eka mengharapkan agar pihak BPJS dapat melunasi hutang yang tercatat sejak Juni 2019 lalu. Pasalnya, untuk menutupi biaya operasional yang belum dibayarkan BPJS, dari 34 rumah sakit yang ada di NTB hampir seluruhnya meminjam di bank.

Dicontohkan Eka seperti Rumah Sakit H. Lalu Manambai Abdulkadir, Sumbawa, yang meminjam di bank untuk membayar pihak ke tiga. “Semua (rumah sakit) di kabupaten/kota berhutang. Tinggal RSUD Provinsi dan Rumah Sakit Jiwa yang belum,” ujarnya.

BPJS sampai saat ini disebut telah mulai mencicil hutang tersebut, mengikuti penyesuaian besaran iuran yang berlaku sejak 1 Januari lalu. “Tapi itu belum 100 persen. Kita berharap di triwulan satu ini lunas, sehingga enak juga rumah sakit, tidak menanggung beban terlalu besar. Jadi perbaiki pelayanan juga bisa (dilakukan),” ujar Eka.

Dikonfirmasi sebelumnya Kepala Bidang Kepersertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Cabang Mataram, I Wayan Sumarjana, menerangkan untuk wilayah kerja BPJS Mataram, sejak akhir 2019, rata-rata 20 orang peserta melakukan perubahan kelas kepesertaan per hari. Di mana sebagian besar merupakan peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri.

Sebagai informasi, mengikuti Perpres 75 Tahun 2019 iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Kemudian, kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, dan kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu.

“Rata-rata peserta paling banyak turun ke kelas tiga. Apalagi, sekarang ini dalam sehari bisa 15-20 orang yang mengajukan perubahan kelas,” ujar Sumarjana. Hal itu juga didukung dengan peraturan baru yang memudahkan peserta mengajukan perubahan kelas.

Baca Juga : Aturan Berjenjang Dianggap Permudah Pelayanan Kesehatan

Ia menerangkan dalam peraturan sebelumnya, yaitu Perpres 82 Tahun 2019, peserta tidak diperbolehkan melakukan perubahan kelas jika belum menjadi peserta program selama setidaknya satu tahun. Namun mengikuti peraturan terbaru, peserta yang baru terdaftar dan peserta non aktif dipersilahkan mengajukan permohonan perubahan kelas.

“Mulai 19 desember 2019 kemarin ada diskresi yang dilakukan oleh kantor pusat, itu bagi peserta yang ingin turun kelas. Program tersebut sampai dengan 30 April 2020 nanti,” ujarnya. Khusus untuk peserta non-aktif yang mengajukan permohonan perubahan kelas, besaran iuran akan disesuaikan setelah peserta tersebut melunasi tunggakan sesuai dengan kelas sebelumnya.

Menurut Sumarjana, penyesuaian iuran dilakukan untuk menjamin keberlangsugnan program JKN-KIS. Selain itu, dengan aturan yang baru penyesuaian iuran juga menuntut adanya perbaikan layanan di fasilitas kesehatan.

Dimana seluruh perbaikan layanan dilakukan secara menyeluruh dan bersama-sama oleh semua pihak. Mulai dari kementerian, BPJS Kesehatan, pemerintah daerah, manajemen fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. “Perlu dicatat, kontribusi pemerintah sangat membantu peserta mandiri. Sehingga penyesuaian iuran peserta mandiri tidak sebesar seharusnya,” ujarnya. (bay)

No Comments

Leave a Reply