Mataram (Global FM Lombok)-Petani perkebunan atau warga yang menggantungkan hidupnya di sektor kehutanan hingga kini belum merasakan efek yang positif dari hasil produksi hutan non kayu. Sumber daya alam yang dihasilkan hutan sangat kaya, namun penurunan angka kemiskinan sebesar 2 persen di sektor itu belum bisa diwujudkan. Butuh intervensi yang kuat dari pemerintah untuk mensejahterakan petani dari hasil hutan non kayu.
Hal itu disampaikan Direktur WWF Indonesia Program Nusa Tenggara Ridha Hakim Senin (12/1) dalam kegiatan outlook 2015 : Pembangunan Daerah dan Pengelolaan Sumberdaya Alam NTB.
Ridha mengatakan, nilai transaksi untuk hasil hutan non kayu di NTB tergolong cukup tinggi. Di lima desa yang menjadi basis penelitian WWF beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa dalam 10 hari saja, nilai transaksi di sektor kehutanan bisa mencapai Rp 1,2 miliar. Namun sayangnya, sekitar 98 persen produksi petani perhutanan dikuasai para tengkulak akibat dari minimnya informasi dan penguasaan pasar.
“ Rinjani potensi hutan non kayu mestinya harus dioptimalkan dengan baik. Sebenarnya menjawab target penurunan kemiskinan di sektor kehutanan itu bisa terjawab. Hasil HKB (hutan bukan kayu) dengan nilai transaksi 1,2 miliar per 10 hari itu ada faktanya, cuman 98 persen lebih dikuasai tengkulak. Karena apa, karena akses masyarakat terhadap pasar, modal dan informasi sangat terbatas” kata Ridha.
Ridha Hakim mengatakan, warga yang mengandalkan hidupnya di sektor kelautan juga belum merasakan dampak yang optimal, padahal sektor kelautan sangat kaya. Para nelayan hanya menguasai pasar lokal, sementara para pemodal menguasai pasar ikan yang lebih luas sehingga keuntungan yang diperoleh jauh lebih banyak.
Menurutnya, pemerintah daerah perlu melindungi dan mengintervensi petani dan nelayan agar sumber daya alam yang mereka kelola memberi nilai lebih untuk kesejahteraan. Jika pemerintah tidak melindungi secara optimal, program penurunan kemiskinan sebesar 2 persen per tahun sulit terwujud.(ris)-
No Comments