Mataram (Global FM Lombok)- Sebagai kota yang terus berkembang, kemacetan mulai menjadi persoalan di Mataram. Meski belum separah kota-kota besar namun Mataram membutuhkan solusi jangka panjang untuk mencegah kemacetan yang lebih parah di masa depan.
Saat ini seluruh jalanan di Mataram melayani sekitar 1,3 juta perjalanan per hari. Karena itu kemacetan kerap terjadi di beberapa titik jalan, terutama di jam-jam sibuk. Seperti di jalan Pejanggik di saat jam-jam pulang sekolah. Kemudian perempatan Tanah Haji dan perempatan Rembiga.
Banyaknya angkutan pribadi membuat penumpukan kendaraan di jalanan. Di sisi lain pemerintah tidak mungkin terus membangun jalan untuk mengurai kemacetan. Karena itulah Pasangan H Mohan Roliskana – TGH Mujiburrahman akan menyiapkan sistem transportasi terintergarasi.
Pertama dimulai dengan revitalisasi pedestrian/trotoar agar lebih nyaman digunakan untuk pejalan kaki. “Alat transportasi yang dimiliki sebagian besar warga kota adalah kaki. Karena itu kita akan membenahi seluruh trotoar agar bisa digunakan oleh semua kalangan termasuk para penyandang disabilitas,” ujar H Mohan Roliskana.
Ia mencontohkan hal ini telah mulai dilakukan di kawasan pertokoan Cakranegara. Pedestrian lebar dengan sistem drainase yang baik serta guiding block timbul untuk tunanetra. Kemudian trotoar didesain khusus agar perpindahan warga menggunakan kursi roda lebih mudah.
“Kedepan kita akan terapkan seluruh pola ini di Mataram,” sambungnya.
Solusi Kedua. Mengingat wilayah kota yang relatif sempit pembiasaan penggunaan sepeda akan digalakkan. Pemkot telah memulai dengan membangun jalur sepeda di ruas-ruas jalan utama. Kedepan sarana ini akan diperkuat dengan mengharuskan tempat-tempat layanan publik untuk membangun parkir khusus sepeda, kemudian memperbanyak kamar mandi dan ruang ganti.
“Jadi anak-anak yang sekolah kita atau para pegawai tidak perlu khawatir berkeringat. Mereka bisa mandi sesampai di tujuan. Kamar mandi dan raung ganti kita perbanyak,” imbuhnya.
Untuk menggalakkan penggunaan sepeda ini HMR tengah mengkaji skema pemberian subsidi pembelian sepeda bagi siswa kurang mampu. Ini untuk mendorong budaya bersepeda. Sehingga kemacetan di saat jam-jam sekolah di jalur utama Mataram bisa berkurang.
“Selain itu ini bentuk solusi untuk membiasakan warga hidup sehat dan mengurangi polusi,” katanya.
Kemacetan Lalu Lintas
Solusi Ketiga. Untuk mengurai kemacetan di beberapa titik Harum menyiapkan sejumlah rencana. Misalnya pembangunan jalur fly over di perempatan Tanah Haji (taman Budaya) ke selatan. Hal ini untuk mengurai kemacetan dari jalan Airlangga dan Majapahit. Demikian halnya dengan kemacetan di perempatan Rembiga. Rencana pembangunan jalur terusan dari Jalan Bung Hatta ke selatan menuju Gegutu Lombok Barat akan dimatangkan.
“Kita akan duduk bersama dengan Pemkab Lombok Barat untuk skema pembangunan ini karena kemacetan ini merupakan persoalan bersama. Warga Mataram banyak beraktivitas di Lobar dan sebaliknya,”
Sementara itu untuk mengurai kemacetan di sekitar pasar ACC dan Perlimaan Ampenan proyek pembangunan jalur inspeksi di sisi sungai jangkuk menuju pesisir akan dilanjutkan.
Terkait dengan transportasi publik, sebagai gambaran hingga kini baru 23 persen wilayah kota yang terlayani angkutan. Dari jumlah ini hanya 5 persen penduduk yang terangkut. Angka ini memang masih jauh dari target SDGs Indonesia yang menarget 32 persen penduduk terlayani angkutan umum tahun 2019.
Terkait hal ini HARUM berencana merevitalisasi angkutan umum yang ada. Bentuk dan pola pengangkutan tentu harus sesuai dengan protokol pencegahan Covid 19. Jarak duduk antar penumpang diatur dan penggunaan masker diwajibkan.
Kemudian koordinasi antara Pemprov dan Pemkab Lobar akan dioptimalkan. Hal ini untuk mengaktifkan kembali sarana Bus Rapid Transit (BRT) yang pernah digagas pemprov. Ketersediaan fasilitas yang kini ada harus dimanfaatkan untuk melayani warga. Tidak hanya di Mataram namun juga di Lobar.
“Konektivitas dari Mataram menuju kawasan penyangga di Lombok Barat ini penting. Karena itulah kehadiran BRT akan dihidupkan kembali dengan menyiapkan angkutan pengumpan (Feeder) untuk menghubungkan kantong-kantong penduduk dengan BRT di jalur utama,” imbuhnya.
Pengelolaannya akan dilakukan oleh konsorsium dengan menggunakan perusahaan dalam satu badan hukum seperti pola yang dilakukan Trans Jakarta. Kedepan system ini akan mengakomodir bemo kota sebagai penunjang. Dengan begitu seluruh angkutan akan terkelola dalam satu system tarnsportasi yang saling melengkapi.
“Tentu kami sebagai regulator akan menyiapkan aturan dan keberpihakan anggaran agar system transportasi terintegrasi ini bisa terwujud dan berjalan dengan baik,” imbuhnya.(adv)
No Comments