Gubernur NTB Nilai Revisi UU KPK Tidak Efektif Cegah Korupsi

Global FM
10 May 2017 09:58
2 minutes reading

Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi

Mataram (Global FM Lombok)- Mencuatnya kembali rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kalangan DPR RI, ditanggapi oleh Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi. Pada kegiatan rapat kordinasi dan supervisi pencegahan korupsi, TGH. M. Zainul Majdi menilai, revisi UU KPK tidak sepenuhnya efektif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Gubernur NTB TGH. M Zainul Majdi pada saat kegiatan rapat kordinasi dan supervisi pencegahan korupsi Selasa (09/05) mengatakan, revisi UU KPK dinilai lebih banyak potensi mudarat daripada manfaat yang akan ditimbulkan. Ia berharap, penolakan revisi UU KPK ini bisa didengar oleh DPR RI. Karena pengalaman telah memberikan pelajaran bahwa bagaimanapun pencegehan melalui aturan atau regulasi yang dibuat dinilai tidak efektif untuk mencegah tindak pidana korupsi.

“Kita dengar bahwa bahwa sekarang ada wacana untuk merevisi undang-undang KPK, saya sebagai salah seorang warga negara saya punya hak untuk menyampaikan ketidaksetujuan saya terhadap rencana itu. Bukan apa-apa tetapi karena, potensi mudaratnya itu jauh lebih besar disbanding potensi kemanfaatannya. Tentu dalam argumentasi selalu ada dua sisi, tetapi bagi saya pribadi dan mungkin juga bagi banyak warga masyarakat ada potensi-potensi kemudaratan yang mungkin terwujud apabila revisi it uterus dilaksanakan. Suara saya dan suara kita semua ini mudah-mudahan didengar oleh DPR RI,”harap Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi

Dikatakannya, selain melalui upaya structural atau aturan untuk mencegah tindak pidana korupsi, harus ada langkah kultural yang dilakukan. Langkah kultural yaitu dengan melibatkan sebanyak mungkin masyarakat untuk mengawasi. Dicontohkannya, ketua KPK Basaria Pandjaitan menggelar kegiatan terkait dengan tema “ Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK)”.  Upaya ini dilakukan untuk membangun cara-cara kultural dalam mencegah tindak pidana korupsi.

Selain itu lanjut Majdi, tindakan korupsi dinilai bisa disuburkan melalui pola berumah tangga yang kurang baik. Dicontohkannya, jika dalam rumah tangga menggunakan pola hedonism atau berlebih-lebihan maka akan memicu tindak pidana korupsi baik itu dilakukan oleh suami ataupun istri. Namun, yang lebih penting adalah pendidikan kepada para siswa. Sehingga diharapkan, lembaga pendidikan di provinsi NTB bisa menciptakan lembaga yang memiliki wawasan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dimana, setiap sekolah harus lebih kreatif memberikan pemahaman kepada para siswa tentang tindakan-tindakan koruptif.(azm)-

 

 

No Comments

Leave a Reply