FPKS Kembali Sorot Proyek Kereta Cepat yang Kebutuhan Anggarannya Membengkak

Global FM
12 Sep 2021 20:30
4 minutes reading
Salah satu bagian proyek Kereta Cepat JKT-BDG (Foto CCN Indonesia)

Mataram ( Global FM Lombok)- Fraksi PKS DPR RI menyatakan bahwa sejak awal proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung  diprediksi bermasalah, mulai dari berubahnya calon pelaksana proyek yaitu Jepang ke China merupakan suatu keputusan yang diambil secara tergesa-gesa.

“Bagaimana mungkin China yang sejak awal tidak ikut terlibat bisa membuat feasibility study secepat itu sehingga bisa menggantikan Jepang. Sebab pembuatan feasibility study pasti didahului oleh survey dan sebagainya. Sehingga sudah diduga sebelumnya ada yang tidak beres dengan feasibility study yang diberikan,” kata anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS H. Suryadi Jaya Purnama (SJP) dalam rilisnya kepada media ini Sabtu (11/09).

Demikian pula pembuatan amdal kata SJP juga dinilainya terburu-buru, karena pemerintah nampaknya ingin sekali menjadikan proyek Kereta Cepat ini sebagai mahakarya. “Keterburu-buruan tersebut menyebabkan kurang baiknya perencanaan Kereta Cepat sehingga semua kejadian diatas memberikan andil terhadap membengkaknya biaya Kereta Cepat, karena akibat rencana yang tidak matang akhirnya banyak yang harus diperbaiki di sana sini,” terangnya.

Ia mengatakan, terkait pembengkakan biaya tersebut tentunya sudah diprediksi dan sejak awal kekhawatiran FPKS adalah akan adanya beban kepada keuangan negara. Sebab walaupun Presiden telah menerbitkan Perpres No 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta – Bandung, dimana pada Pasal 4 ayat 2 dinyatakan bahwa Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah.

 “Tetap saja Perpres ini tidak dapat menghapus ketentuan yang ada pada UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang juga menjadi dasar terbitnya Perpres itu sendiri. Dimana pada penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf (b) dinyatakan bahwa meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat,” katanya.

Dengan demikian lanjut anggota DPR RI Dapil Lombok ini, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

“Dengan demikian menurut penjelasan tersebut Pemerintah tidak bisa melarikan diri dari kewajibannya membantu keuangan BUMN yang berpotensi mengalami kerugian akibat penugasan untuk menjalankan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini. Dan hal ini terbukti dari diberikannya PMN kepada PT.KAI sebesar Rp4,1 T untuk keperluan proyek Kereta Cepat. Oleh sebab itu FPKS menolak pemberian PMN ini sebab di saat ini juga ada masalah lain yang harus diselesaikan yaitu pandemi Covid-19,” tegasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Kereta Cepat Indonesia China Mirza Soraya mengatakan perusahaan terus melakukan efisiensi guna mengejar target operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, proyek tersebut saat ini mengalami persoalan membengkaknya biaya proyek alias cost overrun.

“Untuk mengatasi cost overrun, PT KCIC berencana melakukan efisiensi terhadap  proyek KCJB agar target operasional KCJB dapat tercepat,” ujar Mirza seperti yang ditulis Tempo Selasa, 7 September 2021.  

Biaya proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung diestimasikan membengkak sekitar US$ 1,9 miliar atau Rp 27,17 triliun menjadi Rp 113,9 triliun. Akibat melarnya biaya proyek ini, konsorsium Indonesia pun diperkirakan harus menanggung beban tambahan sebesar Rp 4,1 triliun, yang diusulkan dibiayai oleh suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) 2022.

Mirza pun menyebutkan lima langkah yang ditempuh perusahaan untuk mengatasi bengkaknya biya proyek tersebut. Diantaranya mengembalikan biaya proyek yang tengah dan akan dilaksanakan ke depan untuk kembali ke anggaran awal. Selanjutnya mengubah skema kesiapan operasi dan perawatan. Nantinya, sumber daya manusia operasi dan perawatan akan menggunakan sebagian besar pegawai PT KAI yang berpengalaman.

Ketiga, melakukan negosiasi kesepakatan fasilitas dengan peminjam dan negosiasi dengan kontraktor terkait beberapa isu biaya proyek. Keempat, melakukan value engineering di beberapa pekerjaan konstruksi yang masih berjalan. Terakhir, menunda pembangunan TOD Walini. (ris)

No Comments

Leave a Reply