ADA banyak entitas yang akan ikut menentukan sukses tidaknya upaya memajukan daerah. Mulai dari lembaga legislatif, birokrasi, partai politik, hingga lembaga serta aktor non pemerintah. Gubernur NTB yang dilantik hari ini, Dr. H. Zulkieflimansyah menyadari, untuk melangkah ke depan, semua pihak ini harus berjalan selaras.
Karena itulah, Dr. Zul mengakui pentingnya menguatkan kohesi dengan aktor-aktor tersebut. Menurutnya, dibutuhkan kerendahan hati yang tulus untuk merangkul semua pihak tersebut. ‘’Kita menjadi apa adanya saja, yang otentik saja. Bukan pencitraan, bukan yang semu,’’ ujarnya.
Tiga periode menjadi anggota DPR RI, Dr. Zul mengaku sudah cukup banyak berinteraksi dengan pihak-pihak tersebut. Interaksi-interaksi tersebut, menurutnya telah memberikan pemahaman akan pentingnya saling pengertian.
Dalam memimpin birokrasi, meski akan menjadi komandan di daerah, Dr. Zul mengaku tidak menggunakan pendekatan yang berlebihan. Ia mengakui, kualitas aparatur birokrasi di NTB – seperti halnya daerah lain – juga memang belum berada di level ideal.
“Perubahannya harus gradual. Saya tidak akan sembarangan karena like dan dislike, atau kelompok ini kelompok itu, lalu orang diberhentikan tanpa alasan yang kuat,” ujarnya.
Menurutnya, perbedaan sikap politik kerap menjadi alasan lahirnya perpecahan di birokrasi. Namun, Dr. Zul menegaskan sikap seperti yang mengkotak-kotakkan birokrasi berdasarkan sikap politik ini tidak memiliki tempat di birokrasi yang dibangunnya.
‘’Saya akan pakai semuanya. Semua akan diberikan kesempatan untuk bekerja bersama, berjalan mengalir bersama,’’ ujar Dr. Zul. Karena lahir dari orang tua yang merupakan PNS, Dr. Zul mengaku cukup memahami psikologis seorang PNS. Semua PNS, menurutnya membutuhkan kepastian dan kenyamanan, agar bisa bekerja dengan baik.
“Selama mereka profesional, mereka diberikan kesempatan. Tapi itu juga bukan simbol kelemahan. Setelah kita beri kesempatan kalau masih mbalelo, kita tidak akan segan mengambil keputusan. Walaupun itu tidak populer untuk siapapun,’’ ujarnya. Untuk menerapkan gaya yang tegas seperti itu, Dr. Zul mengaku tidak memiliki hambatan psikologis. Ia mengaku diuntungkan karena pemerintahan Zul-Rohmi tidak punya beban politik berlebihan.
Bagaimana mengelola interaksi dengan para aktor politik di DPRD NTB dan parpol? Soal ini, Dr. Zul tentu saja sudah cukup teruji. Sebagai anggota DPR RI tiga periode, Dr. Zul mengaku paham apa dan bagaimana cara menghadapi aktor-aktor ini.
Ia menilai, berbagai bentuk dinamika yang mungkin terjadi di ranah politik, akan bisa diselesaikan dengan membangun jembatan pengertian, sembari merajutnya dengan persahabatan. Relasi Zul-Rohmi dengan pimpinan partai, menurutnya cukup baik. Mulai dari pimpinan partai di tingkat nasional, juga di NTB.
‘’Dan rata-rata saya kenal baik sejak lama. Karena akan canggung kalau tiba-tiba sok bersahabat karena ada jabatan baru,’’ ujarnya.
Dengan aktor non pemerintahan, termasuk dengan pers, Dr. Zul menegaskan hal serupa. Ia menilai semua pihak akan memegang peranan dengan kapasitas masing-masing. Dan sinergi dengan aktor non pemerintahan, menurutnya sangat terbuka sepanjang diiringi dengan rajutan sikap yang tulus.
Semua kekompakan ini, menurutnya perlu diarahkan untuk membangun sebuah skema pemerintahan yang memiliki paradigma baru. Era keterbukaan yang saat ini tengah dihadapi, menurutnya akan memberikan tantangan baru. Pemerintah daerah, dalam hal ini akan lebih banyak memegang peranan hanya sebagai pemegang kemudi semata.
Bagi Dr. Zul, mesin penggerak perubahan di NTB nantinya adalah dunia usaha dan investasi. Siapapun gubernur dan pimpinan lembaga di NTB, menurutnya harus menyadari pentingnya melayani dunia usaha yang saat ini sedang tumbuh.
‘’Karena yang menggerakkan sektor ekonomi kita adalah mereka. Datang kepada mereka, katakan bahwa kami hadir. Memastikan NTB itu kondusif untuk Anda berusaha. Karena Andalah yang akan menjadi engine of growth itu,’’ ujarnya
Kesediaan untuk mengadaptasi paradigma baru ini, menurutnya tidak boleh menjadi basa-basi semata. Seluruh pelaku usaha yang ingin berusaha di NTB, menurutnya harus diberikan pelayanan yang ramah dan bersahabat.
“Anda mau bisnis apa, di NTB ini? Pariwisata, pertanian, pengolahan dan lain-lain, apa yang bisa kami bantu? Itu kata-kata yang harus diinternalisasi oleh aparat pemerintah kita ini. Bukan sebaliknya,’’ ujar tokoh pendiri Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) ini.
Menurutnya, selama ini NTB mengalami cukup banyak kemajuan di sektor ekonomi dan investasi karena adanya perubahan dalam cara menghadapi investor. Pelayanan terhadap pelaku investasi, akan memberikan perubahan yang menggembirakan karena merekalah yang nantinya berkontribusi mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran.
Dr. Zul berharap, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di NTB nantinya harus bersedia membantu tumbuhnya investasi di daerah dengan memberikan kemudahan-kemudahan. Paradigma lama, dimana dunia usaha ditodong dengan pertanyaan terkait apa kontribusi mereka nantinya, harus diubah.
Baru-baru ini, tutur Dr. Zul, ada investor yang berminat membebaskan 1000 hektar tanah di NTB, karena ingin membangun kompleks industri yang besar. Sayangnya, saat bertemu dengan aparatur yang membidangi masalah pertanahan, jawaban yang mengemuka seakan-akan menempatkan investor sebagai pihak yang sedang membutuhkan bantuan dari pemerintah daerah. Berbagai hal yang rumit pun akhirnya mengemuka di pembicaraan, sehingga melahirkan kesan sulitnya berinvestasi di NTB.
‘’Jadi bukan menceritakan horror story-nya. Tapi kalau itu keinginannya kami akan tangkap, bagus, pokoknya anda duduk manis, urusan pertanahan kami yang akan beresin. Urusan izin, kami dari dinas perizinan yang akan beresin. Begitu paradigmanya. Itu kelihatan sepele, tapi kalau berhasil, luar biasa,’’ ujar Dr. Zul.
Perubahan paradigma ini, memang terkesan sederhana. Tapi penerapannya akan melahirkan tantangan tersendiri karena ini juga berkaitan dengan perubahan paradigma pejabat. Para pejabat di NTB, menurutnya tidak boleh lagi mencari hidup dari jabatannya secara berlebihan. Atau justru memelihara feodal.
‘’Karena tim kita ini tidak akan cukup toleran terhadap mental begitu, akhirnya menghambat banyak hal yang lain. Kita butuh orang yang speed-nya kenceng, tapi pada saat yang sama punya jiwa melayani yang bagus,’’ tegas Dr. Zul. (aan)
No Comments