Mataram (Global FM Lombok)-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) secara substansi sudah menuai kontroversi sejak awal diusulkan oleh Pemerintah. Setelah melalui proses pembahasan dan pengesahan di DPR, Undang-Undang ini kemudian diserahkan ke Pemerintah dalam keadaan bermasalah.
Suryadi JP, anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS dalam siaran pers yang diterima Global FM Lombok, Selasa, 3 November 2020 ini mengatakan, banyak salah ketik di sana sini sehingga Pemerintah harus melakukan koreksi yang mengakibatkan munculnya banyak versi final RUU Cipta Kerja. Proses koreksi itu sendiri menuai banyak protes dari kalangan akademisi karena seharusnya RUU tersebut tidak boleh diubah lagi sejak disahkan dalam rapat paripurna DPR RI.
Kemudian pada tanggal 2 November 2020 Pemerintah mengumumkan bahwa Presiden Joko Widodo sudah menandatangani UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tersebut. Tentunya kata Suryadi JP, dapat diasumsikan bahwa suatu dokumen negara yang ditandatangani oleh Presiden RI sudah melalui proses pemeriksaan yang sangat ketat, apalagi dokumen tersebut berupa Undang-Undang yang sudah pasti berdampak pada kehidupan seluruh rakyat Indonesia.
“Namun demikian kenyataannya masih saja ditemukan banyak kesalahan dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini yang menyebabkan norma hukum menjadi tidak karuan,” katanya.
Khusus terkait dengan isu di Komisi V DPR RI, sebelumnya telah ditemukan perubahan substansial akibat koreksi yang dilakukan Setneg terkait pengaturan keterbangunan perumahan pada Pasal 50 UU No.11 tahun 2020 angka 7 yang mengubah Pasal 42 ayat 3 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Kali ini lanjut SJP, setelah dilakukan penandatanganan oleh Presiden ditemukan kembali kesalahan lainnya yang dapat membingungkan stakeholder terkait yang terdampak UU ini, yaitu pada Pasal 50 UU No.11 tahun 2020 angka 5 yang mengubah Pasal 36 UU No.1 Tahun 2011. Dimana pada ketentuan tersebut ditemukan adanya pengulangan norma yang serupa tapi sebetulnya tidak sama, sehingga dapat menimbulkan kebingungan pada pihak yang terdampak terkait norma mana yang berlaku. Pada pengubahan tersebut disebutkan bahwa ketentuan Pasal 36 ayat 2 UU No.1 Tahun 2011 diubah menjadi seperti dibawah ini :
Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam: a. bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam satu hamparan yang sama; b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum.
Sedangkan pengubahan pada Pasal 36 ayat 4 UU No.1 Tahun 2011 menyebutkan bahwa “Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam bentuk rumah susun umum”.
“Perbedaan kedua ketentuan tersebut dapat menimbulkan kebingungan dalam implementasi penyediaan hunian berimbang berupa rumah susun umum apakah harus dalam satu hamparan atau tidak. Sebab jika diterapkan secara tidak adil, bisa saja pada pengusaha tertentu diberikan kebebasan dalam memilih lokasi dalam membangun hunian berimbang. Sedangkan kepada pengusaha lainnya harus dalam satu hamparan yang tentunya dapat berpengaruh terhadap biaya yang harus dikeluarkan,” ujarnya.
Adanya temuan ini kata SJP, membuktikan bahwa UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini dibuat secara tergesa-gesa, kemudian menimbulkan banyak pertentangan di dalam ketentuan-ketentuannya karena tidak sempat disinkronisasi dengan baik. Sehingga hasilnya adalah sebuah undang-undang yang tidak berkualitas. “Oleh sebab itu sudah sewajarnya apabila Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu guna membatalkan UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini, karena substansinya dikhawatirkan dapat merugikan masyarakat,” ujarnya.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno seperti yang diberitakan CNN Indonesia mengakui kekeliruan pada naskah omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja yang telah diteken Presiden RI Joko Widodo pada Senin (2/11) lalu. Meskipun demikian, Pratikno menyatakan kekeliruan dari UU yang diberi nomor 11 Tahun 2020 tersebut bersifat teknis administratif saja.
“Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja,” kata Pratikno lewat pesan yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (3/11) siang.(ris)
No Comments