Diduga 48,56 Persen Rumah Tangga Tidak Miskin Terima Bantuan PKH, Rastra dan BPNT

Global FM
24 Jun 2020 10:38
4 minutes reading
Foto ; BPS NTB

Mataram (Global FM Lombok) -Badan Pusat Statistik (BPS) NTB membuat kajian dampak Covid-19 terhadap kemiskinan di NTB. Berdasarkan simulasi-simulasi dalam kondisi berat, sedang ringan yang dibuat ada kecenderungan angka kemiskinan akan meningkat.

BPS menekankan pentingnya Pemda melakukan pembersihan (cleaning) data, supaya masyarakat yang menerima bantuan seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Rastra atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) benar-benar tepat sasaran. Karena pada 2019 lalu, sekitar 48,56 persen rumah tangga tidak miskin yang menerima bantuan PKH, Rastra atau BPNT di NTB.

“Kita buatkan simulasi-simulasi kondisi berat, sedang dan ringan. Kita asumsikan dalam simulasi itu skenarionya berat, sedang dan ringan. Simulasinya kita ambil di sektor manufaktur dan pariwisata. Karena manufaktur adalah salah satu program andalan pak gubernur untuk memutus mata rantai kemiskinan,” kata Kepala BPS NTB, Suntono dikonfirmasi usai pemaparan kajian dampak Covid-19 terhadap kecenderungan kemiskinan di NTB, bertempat di Kantor Gubernur, Selasa (22/6) kemarin.

Suntono menjelaskan BPS melakukan kajian dampak ekonomi Covid-19 terhadap sektor manufaktur dan pariwisata. Ia menjelaskan sektor manufaktur atau industri pengolahan menjadi leading sector untuk menggerakkan ekonomi. Meskipun nilai tambahnya belum begitu besar. Namun sektor manufaktur menjadi leading sector yang dapat menggerakkan sektor-sektor lainnya.

Hasil kajian BPS, sektor pariwisata dan industri berpotensi menurunkan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB ADBH) sebesar 5,5 – 12 persen. Simulasi ini dengan asumsi  tidak ada stimulus ataupun insentif dalam bentuk apapun. Baik kepada dunia usaha sebagai produsen maupun rumah tangga sebagai konsumen.

“Kalau yang lalu kita menyoroti makro ekonomi. Ini kita menyoroti masalah sosial wabil khusus masalah kemiskinan,” katanya.

Apabila ekonomi NTB bergerak turun akibat pandemi,maka pasti akan mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga terdampak, konsumsi akan berkurang.  “Konsumsi berkurang, berpengaruh terhadap kemiskinan yang akan naik. Inilah sinyal-sinyal yang kita sampaikan ke pemerintah,” kata Suntono.

Jika Pemda tak melakukan intervensi, maka angka kemiskinan di NTB akan cenderung meningkat. Ia memberikan masukan agar Pemda melakukan pembersihan data masyarakat yang menerima bantuan seperti PKH dan BPNT.

Berdasarkan data persentase rumah tangga tidak miskin yang menerima bantuan PKH dan Rastra atau BPNT di NTB dari tahun ke tahun persentasenya memang cenderung menurun. Namun perlu dibersihkan, sehingga masyarakat yang menerima bantuan benar-benar orang yang berhak atau masuk kategori miskin.

Berdasarkan data, pada 2011 rumah tangga tidak miskin yang menerima bantuan PKH dan BPNT/Rastra cukup tinggi mencapai 78,13 persen. Persentasena terus mengalami peningkatan dari 2012, 2013 dan 2014 yakni 79 persen, 79,90 persen dan 79,34 persen.

Pada tahun 2015, persentase rumah tangga tidak miskin yang menerima bantuan PKH dan BPNT/Rastra turun menjadi 75,56 persen dan meningkat kembali pada 2016 menjadi 76,04 persen. Pada 2017, persentasenya turun drastis menjadi 52,22 persen dan kembali meningkat menjadi 60,44 persen pada 2018. Kemudian pada 2019, kembali turun menjadi 48,56 persen.

“Karena banyak orang tak berhak menerima. Orang kaya terima, apa gunanya. Padahal program itu untuk mengentaskan orang miskin. Tapi yang terima sebagian adalah orang kaya. Jadi tak ada gunanya, berapapun yang dikasih bantuannya,” ucapnya.

Ditanya peningkatan angka kemiskinan di NTB akibat Covid-19, Suntono mengatakan kajian yang dibuat tak berbicara soal persentase peningkatan. Ia mengatakan kajian tersebut hanya berbicara tentang kecenderungan angka kemiskinan akan naik apabila ekonomi NTB turun.

“Kalau kontraksi ekonomi minus 1,93 persen maka kemiskinan akan naik dari periode yang lalu. Cuma berapa persennya, itu nanti kita hitung. Kecenderungannya  akan naik, tapi berapa? BPS tak mengeluarkan angka. Karena BPS bukan lembaga yang  tugasnya memprediksi tapi menghitung,” tandasnya.

Suntono mengingatkan pentingnya perbaikan data. Karena masih banyak bantuan untuk warga miskin yang tidak tepat sasaran. Ia memberikan contoh seperti di Lombok Timur beberapa waktu lalu. Ketika Pemda setempat memberikan tanda rumah warga yang menerima bantuan PKH dan BPNT. Hampir ada saja setiap hari yang mengundurkan diri sebagai penerima PKH dan BPNT. Karena dari sisi persyaratan, sudah tak layak lagi menerima bantuan untuk warga miskin tersebut.

“Itu yang kami soroti di situ. Ternyata masih banyak data yang masih belum tepat. Masih belum bersih datanya. Masih banyak orang-orang tidak miskin yang masih menerima bantuan,” katanya.

Jika semua Pemda melakukan pembersihan data, ia yakin kemiskinan akan semakin cepat dientaskan. Namun jika datanya tak diperbaiki, orang yang tidak miskin masih mendapatkan bantuan maka tak akan berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan.

Sekda NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M. Si yang dikonfirmasi terpisah mengatakan catatan BPS terkait penerima bantuan menjadi atensi Pemda. Sehingga bantuan yang diberikan kepada masyarakat miskin tepat sasaran.

“Momentum Covid  ini, bagaimana  akurasi data pemberian bantuan. Kemudian konsolidasi OPD terhadap kualitas data, konsisten kita gunakan,” katanya.

Pelaksanaan sensus penduduk yang dilakukan diharapkan ada integrasi dengan pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sehingga, didapatkan DTKS yang lebih berkualitas. Kajian yang dilakukan BPS akan didalami lebih detail lagi bersama Bappeda dan Dinas Sosial. Sehingga hal itu akan menjadi dasar perumusan kebijakan di daerah. (nas)

No Comments

Leave a Reply