KMataram (Global FM Lombok)– Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah menyerukan jajarannya bersama para pemangku kepentingan menjadikan momentum penyebaran virus corona (COVID-19) sebagai peluang mendorong tumbuhnya industri terkait, salah satunya, industri kesehatan.
“Saat sekarang ini bisa dimanfaatkan menjadi peluang untuk mengembangkan industri masker, disinfektan dan APD di NTB,” ujar Gubernur dalam Rapat Koordinasi terkait Kebijakan Pemerintah Dalam Percepatan Penanganan COVID-19 di ruang kerja Gubernur NTB, Kamis 26 Maret 2019 pukul 09.00 Wita.
Gubernur menilai, terdapat cost of learning atau beban pembelajaran dalam pembuatan barang oleh UMKM di NTB. Pemahaman terhadap beban ini sangat diperlukan untuk mendukung industri di NTB.
“Diperlukan kesamaan frekuensi dalam memahami cost of learning di semua OPD dan organisasi/instansi vertikal,” ujarnya.
Ia berharap, BPKP dan BPK untuk bisa mengadopsi model pengawasan/pemeriksaan barang/jasa yang lebih fleksibel jika harga barang yang dibeli di NTB lebih mahal dibandingkan dengan yang dibeli di Surabaya atau daerah lain yang lebih maju industrinya. “BPKP perlu tahu cost of learning ketika memeriksa pengadaan,” serunya.
Gubernur juga mendesak agar pajak UMKM bisa disesuaikan dan diringankan, terutama untuk UMKM yang baru mulai mengepakkan sayapnya.
Gubernur juga meminta agar 40 kotak/bilik disinfektan yang dibuat tidak dikenakan pajak. Menurutnya, industri turunan dari kotak desinfektan akan berkembang jika banyak permintaan dari masyarakat dan tidak dipersulit pemerintah.
“Pemprov akan beli masker dan box disinfektan masing-masing senilai Rp1 miliar dari UMKM, pada tahap ini pemerintah bisa membantu menyempurnakan produk yang dibuat oleh UMKM. APD bisa dicoba diproduksi di NTB jika memungkinkan,” ujarnya.
Dorongan Gubernur diamini para pemangku kepentingan yang hadir dalam rapat tersebut. Pihak BPKP mendorong agar OPD teknis mengawal kualitas produk yang dibuat UMKM dari awal. Sepanjang harganya wajar, BPKP juga menegaskan tidak akan mempersoalkan adanya perbedaan harga produk NTB dengan produk dari daerah lain. Sebab, ketika memeriksa, yang dilihat oleh BPKP adalah kewajaran harga, bukan hanya tinggi atau rendahnya harga.
Sementara itu, BPK juga menegaskan bahwa pendampingan ke UMKM sangat diperlukan supaya proses audit kedepannya berjalan lancar.
Sementara itu, perwakilan dari Kementerian Keuangan yang hadir dalam rapat tersebut juga mengutarakan bahwa selama omzet UMKM dibawah Rp4,8 miliar, tidak akan ada PPn bagi UMKM tersebut. Terkait PPh 22, UMKM juga perlu mengajukan NPWP (bagi yang belum punya) dan SKB (Surat Keterangan Bebas). Selanjutnya, SKB akan diperlihatkan kepada pembeli supaya tidak dipotong PPh 22. Sementara untuk PPh Penjualan UMKM, dikenakan sebesar 0,05%.
Jika ada surat penunjukan oleh Gubernur kepada UMKM untuk mengadakan barang dalam masa darurat, maka PPh tersebut tidak akan dipungut. Ditjen Keuangan akan membantu menginfokan kepada UMKM yang ditunjuk.
Tindaklanjut dari rapat ini, rencananya akan dilakukan pendataan UMKM yang memproduksi kotak disinfektan, cairan disinfektan, masker, dan APD (jika memungkingkan). Selanjutnya, akan dibuatkan surat penunjukan oleh gubernur untuk mengadakan produk-produk tersebut.
Semua instansi juga siap mengawal agar pengadaan barang untuk mencegah dan meminimalisir dampak Corona dapat diadakan langsung di NTB. Dengan demikian, pengadaan itu tidak hanya mempermudah pencegahan wabah corona, namun, secara simultan dapat memberikan dampak ke industri di NTB. (ris/r)
No Comments