Mataram (Global FM Lombok) – Sepanjang tahun 2019, perjalanan perekonomian di NTB bergerak lambat. Tidak saja di NTB, ekonomi global, nasional pun sama. Apalagi pascagempa semester II tahun 2018 lalu masih menyisakan efek berantai.
Potret lemahnya perekonomian NTB terutama di lapisan masyarakat paling bawah (akar rumput). Para pedagang kecil mengeluh, tidak ada perputaran uang. Mereka yang ada di pasar-pasar tradisional merasakan sangat berat. Pendapatannya hanya sekadar untuk makan.
Kekeringan panjang juga berdampak terhadap sektor pertanian yang selama ini sangat menopang ekonomi petani. Hasil pertanian dalam arti luas, salah satunya komoditas ‘’emas hijau’’ (tembakau) yang sangat diharapkan, pada musim tanam tahun 2019 menjadi masa suram bagi petani-petani tembakau. Sebagian besar mereka merugi karena membanjirnya produksi. Di sisi lain permintaan tembakau dari perusahaan mitra sangatlah minim.
Lalu di perdagangan ritel, tahun 2019 semakin lesu. Supermarket-supermarket juga mengalami masa suram. Giant di Gegutu, Sayang-sayang Kota Matarammilsanya sudah tutup. Tenan-tenant di pusat-pusat perbelanjaan besar (mal) juga juga lesu. Mereka semakin dipersempit ruangnya, kalah dengan cara berbelanja termodern, semua serba daring (online).
Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Provinsi NTB, Hj. Baiq. Diyah Ratu Ganefi mengatakan, perekonomian tahun 2019 ini menurun. Penggunaan uang masyarakat sangat prioritas. Pengeluaran hanya untuk yang penting-penting. Misalnya untuk pendidikan, sandang, pangan dan papan.
‘’Tidak lagi belanja, shoping. Ekonomi di Kota Mataram saja menjadi tidak bergerak. Banyak sekali yang mengeluh teman-teman pengusaha, terutama yang pengusaha kuliner, fashion, salon, turunnya sampai 50 persen,’’ ujarnya.
Baca Juga : OJK dan Bareskrim Sepakat Berantas Fintech dan Investasi Ilegal
Untuk menyikapi itu, harus ada terobosan baru pemerintah daerah. Seluruh stakeholders menurutnya harus digandeng. Bersama-sama mencari solusi agar persoalan ekonomi ini tidak semakin melebar.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi NTB, Ni Ketut Wolini juga mengemukakan hal yang sama. Tahun 2019 ini karena pengaruh gempa, perekonomian menjadi lambat. Tetapi tidak sepenuhnya stagnan.
Selain gempa, pengaruh lain adalah kebijakan pemerintah menaikkan harga tiket pesawat, bagasi berbayar sehingga lalu lalang orang menjadi sangat kurang. Akibatnya, perputaran uang juga tidak merata.
Jika berbicara hanya dampak gempa, ia membandingkan NTB sangat cepat recoverynya. Hanya setahun sudah mulai bangkit. Berbeda halnya dengan gempa besar yang pernah terjadi di Yogyakarta, butuh waktu tiga tahun untuk mulai bangkit.
‘’2019 ini perputaran uang juga menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Tetapi masih bisa jalan, tidak stagnan sekali. 2020 lebih maju, karena kita sudah siap,’’ ujar Wolini.
Sekda NTB, Drs. H. L. Gita Ariadi, M. Si mengatakan, pada tahun 2019, secara umum realisasi investasi mengalami pelemahan. Baik regional, maupun nasional. Faktor gempa tahun 2018 masih menyisakan persoalan di investasi NTB. 2019 juga sebagai tahun politik mengakibatkan pemodal wait and see. Faktor-faktor yang mempengaruhi itu akan berlalu sehingga 2020 jauh lebih optimis. Alam sudah bersahabat, rehab rekonstruksi pascagempa terus diselesaikan sehingga menarik lagi NTB bagi investor.
Tahun 2018, target realisasi investasi di NTB Rp14 triliun, hingga akhir tahun tercapai Rp15 triliun. Melihat capaian itu, target investasi tahun 2019 dinaikkan menjadi Rp16 triliun. Faktanya, sampai saat ini realisasi investasi masih dibawah Rp10 triliun.
Sementara Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Achris Sarwani menyampaikan kilas balik perekonomian tahun 2019. Tahun 2019 ekonomi global semakin tidak ramah. Hal tersebut dipicu dari meluasnya perang dagang antara Amerika dan Tiongkok serta sejumlah negara lainnya hingga munculnya kebijakan anti globalisasi di sejumlah negara.
Kondisi tersebut berdampak pada pertumbuhan ekonomi global yang menurun drastris pada 2019 dan kemungkinan belum pulih pada 2020. Melambatnya pertumbuhan ekonomi global tidak hanya dirasakan oleh negara yang terlibat perang dagang, melainkan juga seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.
Baca Juga : Pertemuan Tahunan BI NTB, Ekonomi NTB Terus Membaik Pascagempa
Ekonomi Indonesia di tahun 2019 kami perkirakan tumbuh sebesar 5,1% (yoy) dan akan meningkat di tahun 2020 pada kisaran 5,1-5,5%(yoy). Perjalanan ekonomi Provinsi NTB sepanjang tahun 2019 ini, prakiraan Bank Indonesia, ekonomi NTB akan tumbuh pada kisaran 4,0 -4,25%(yoy) dan ekonomi non tambang pada kisaran 4,5 – 4,75%(yoy).
Membaiknya ekonomi NTB terutama ditopang meningkatnya kinerja sektor konstruksi dan sektor perdagangan. Massif-nya proses pembangunan hunian tetap (Huntap) bagi rumah yang terdampak gempa menjadi salah satu pendorong kuat bagi pertumbuhan ekonomi NTB di tahun 2019. Selain pembangunan Huntap, pembangunan sejumlah fasilitas umum seperti pelabuhan, perluasan dan peningkatan fasilitas bandara, turut mendorong peningkatan ekonomi NTB pada sektor konstruksi.
Selain itu, pulihnya ekonomi NTB juga turut didukung oleh inflasi yan terjaga. Pada tahun 2019 diperkirakan inflasi NTB berada pada kisaran 2,1 – 2,5%(yoy). Rendahnya inflasi NTB terutama didukung oleh harga bahan makanan dan bahan bangunan di sepanjang tahun 2019.
Sektor keuangan juga menunjukkan kondisi yang membaik. Berdasarkan posisi terakhir (Tw III 2019), kredit di Provinsi NTB tumbuh sebesar 9,64%(yoy) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 9,09%(yoy). Adapun kredit UMKM juga tumbuh tinggi sebesar 11,81%(yoy). Pertumbuhan kredit dan DPK yang tinggi dan berimbang menunjukkan fungsi intermediasi yang berjalan baik pada tahun 2019 yang ke depannya akan mendukung pertumbuhan ekonomi NTB.
Indikator kesejahteraan juga menunjukkan perbaikan tercermin dari nilai Tukar Petani yang meningkat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurun, serta IPM pad tahun 2018 meningkat.
Akademisi dari Fakultas Ekonomi Unram, Dr. Firmansyah mengatakan, Ekonomi NTB di tahun 2019 tertinggi ditriwulan III yaitu 6,26, terutama dipicu sektor konstruksi. Menjaga ritme ekonomi 2020 tetap dinamis, perlu diperluas landasan yang sudah dibangun tahun 2019. Misalnya, aspek konkrit industrialisasi, perluasan manfaat direct flight Lombok-Perth dan Lombok-Jeddah.
Pengembangan ekonomi kawasan akan mewarnai 2020, misalnya perluasan nilai tambah Kawasan Mandalika, pengembangan Kawasan Samota, tol laut Badas – Surabaya dan Lembar- Surabaya dan lain-lain.
‘’Saya berharap, sektor maritim perlu menjadi leading sektor tahun 2020 sebagai landasan industrialisasi, karena porsinya cukup besar,’’ harapnya.
Sementara itu tekanan global masih juga menjadi PR untuk dibuatkan jaring pengaman ekonomi. Masyarakat masih wait and see untuk membelanjakan uangnya. Dinamika bunga negatif di dunia sekarang semakin besar. Mengindikasikan orang ingin lebih memilih menyimpan uangnya di bank. Dikhawatirkan jika berimbas pada ekonomi lokal. Akan cukup merepotkan sektor riil.(bul)
No Comments