Mataram (Global FM Lombok)- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendesak pemerintah untuk menunda kenaikan tarif premi Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) untuk peserta mandiri atau peserta bukan penerima upah khususnya kelas III. Hal itu lantaran kenaikan premi ini akan sangat memberatkan peserta karena tidak dibiayai Negara layaknya peserta PBI.
Hal itu dikatakan anggota komisi IX DPR RI bidang tenaga kerja dan transmigrasi, kependudukan dan kesehatan, Ermalena kepada Global FM Lombok, di kantor gubernur NTB Jum’at (18/03). Anggota DPR RI dapil NTB ini menilai, kenaikan premi JKN mandiri yang rencananya akan aktif berlaku mulai 1 April mendatang itu, perlu dikaji mengingat peserta yang bukan penerima upah, khususnya kelas III ini cukup luas.
“Jadi ada penundaan untuk naiknya premi bagi mandiri yang tidak penerim upah. Kalau PBI mereka mau naikan itu kita Negara punya urusan. Kemarin sudah mengalami kenaikan dari Rp 19 ribu menjadi Rp 23 ribu. Tapi kalau mandiri ini perlu kita evaluasi. Alasannya, yang tidak menerima upah itu kan terlalu luas, tukang bakso bukan penerima upah, pekerja UKM bukan penerima upah”, imbuhnya.
BPJS akan menaikkan premi mandiri, dengan rincian sebesar Rp 30 ribu untuk kelas III dari tarif semula sebesar Rp 25.500. Tarif kelas II sebesar 51.000 dari tariff semula sebesar Rp 42,500. Sementara tariff kelas I sebesar Rp 80.000 dari tariff semula Rp 59.500.
“Tapi kalau ada criteria lain ditetapkan bagi meraka, itu silahkan. Kelas I, kelas II silahkan. Tapi kelas III kita minta ditunda dulu. Kemarin kita baru mengirim surat, dan kita sudah sampaikan juga diparipurna. Kalau kita ikuti online, presiden akan memanggil direktur BPJS”, katanya.
Ia mengatakan, untuk tahun lalu, BPJS memang mengalami kerugian sebesar Rp 5,8 triliyun. Sementara tahun ini diperkirakan akan mengalami kerugian mencapai Rp 9 triliyun. Salah satu penyebabnya, pasien peserta mandiri lebih banyak yang berobat namun tidak membayar iuran BPJSnya secara rutin. (irs)-
No Comments