Mataram (Global FM Lombok)- Badan POM RI secara rutin menggelar kegiatan intensifikasi pengawasan pangan untuk melindungi konsumen. Namun di momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru) ini, kegiatan intensifikasi pengawasan pangan digelar secara khusus sejak 1 Desember 2021 dan akan berakhir tanggal 7 Januari 2022 dalam beberapa tahapan.
“Menghadapi Nataru ini, intensifikasi pengawasan pangan olahan yang beredar di masyarakat kami terus lakukan. Kami sering melakukan secara rutin sepanjang tahun tentunya, pengawasan pangan olahan selalu dilakukan dan juga intensifikasi. Dan di masa Nataru ini pelaksanaannya sudah dilakukan sejak 1 Desember 2021 hingga 7 Januari 2022 dalam beberapa tahapan,“ Kata Kepala Badan POM RI Dr. Penny K Lukito, MCP dalam Konferensi Pers yang digelar tanggal 24 Desember lalu melalui virtual.
Ia mengatakan, saat ini sedang dalam tahap ketiga yaitu intensifikasi pengawasan dari produk-produk pangan yaitu meliputi produk yang tanpa izin edar, produk yang kadaluarsa dan rusak di sarana peredaran,termasuk di dalamnya adalah gudang importir, atau sarana penjualan importir atau distributor dan sarana ritel.
“Ini sangat penting mengingat selama masa pandemi semakin intensif perdagangan e-commerse pangan olahan terutama yang beralih ke online. Sehingga kita juga menyasar pengawasan pada gudang-gudang penyimpanan pendistribusian pada perdagangan e-commerce dari pangan olahan,” katanya.
Di tahap ke tiga ini lanjut Kepala BPOM, telah dilakukan pemeriksanaan terhadap 1.975 sarana peredaran, yang terdiri dari 49 sarana importir pangan olahan, 415 distributor, termasuk di dalamnya 9 gudang pangan olahan e-commerce dan 1.500 ritel.
“Jadi telah ditemukan adanya produk-produk TMK sekitar 631. Jadi dari target pengawasan didapatkan 32 persen yang tidak memenuhi ketentuan. Yang dimaksud tidak sesuai ketentuan adalah produk-produk tanpa izin edar, produk yang kadaluarsa dan rusak. Saya kira ini sudah ada perbaikan dari tahun-ke tahun,” katanya.
Sementara tingkat kepatuhan sarana peredaran yang paling tinggi yaitu distributor sebanyak 92 persen, dan diikuti oleh importir sebanyak 85 persen, serta ritel 60,9 persen telah memenuhi ketentuan. Namun persoalan yang masih ada tentunya adalah olahan pangan yang tak sesuai dengan ketentuan yaitu di sarana-sarana ritel, baik yang modern maupun tradisional.
“Tentu kami sampaikan ucapan terimakasih kepada sarana distributor dan sarana importir yang sudah memenuhi ketentuan, mengikuti aturan-aturan yang ada dikaitkan dengan cara distribusi pangan olahan yang baik untuk mereka yang sudah memenuhi ketentuan, sementara bagi yang belum memenuhi ketentuan tentunya akan dilakukan pembinaan,” ujarnya.
Ia mengatakan, dari hasil intensifikasi pengawasan pangan selama Nataru juga didapatkan temuan tertinggi yaitu pangan yang kadaluarsa. Dan ini umumnya ditemukan di lokasi-lokasi wilayah Indonesia Timur yang masih jauh dari transportasi.”Pangan kadaluarsa ini ini sekitar 53 persen dari kategori pangan yang tak memiliki ketentuan. Pangan tanpa izin edar itu sekitar 30 persen, sementara pangan rusak 15,8 persen,” terangnya.
Adapun lokasi temuannya yaitu pangan kadaluarsa ditemukan di sarana ritel, pangan tanpa izin edar dan kadalauarsa ditemukan di sarana ritel dan temuan pangan rusak ditemukan di distributor.” Hal ini akan menjadi perhatian Badan POM tentunya ya, dan kami juga akan terus melakukan upaya edukasi kepada masyarakat yang dikaitkan dengan persyaratan dan standar yang telah kami keluarkan,” katanya.(ris)
No Comments