Aparat Gerebeg Penampungan Korban “Human Trafficking” di Jakarta, Korban Asal NTB Paling Banyak

Saeful Huna
17 Jan 2020 08:19
4 minutes reading
Puluhan CPMI yang gagal berangkat mendapat pengarahan dari pejabat Disnaker Provinsi NTB dan Subdit Perlindungan Direktorat PPTKLN Kemenaker RI. (Global FM Lombok/ars)

Mataram (Global FM Lombok) – Sedikitnya sebanyak 84 orang calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal NTB dipulangkan Kementerian  Tenaga Kerja RI,  Kamis (16/1) kemarin. Mereka digerebek di sebuah penampungan di Jakarta Timur.  Mereka diduga korban human trafficking atau perdagangan orang dengan iming iming dana cash Rp 10 juta.

Penggerebekan berlangsung tanggal 27 Desember lalu oleh tim Subdit Perlindungan Direktorat PPTKLN Kemenaker di sebuah rumah penampungan. Pemilik rumah yang diduga bagian dari jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih dalam pengejaran.  Total calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau TKI di dalam rumah yang tertutup itu 120 orang. Dengan rincian 2 orang dari  Jawa Tengah, 19 orang dari Jawa Barat, 12 dari Banten, terbanyak dari NTB 87 orang. Sementara tiga orang lagi memilih melanjutkan keberangkatan setelah dokumen dilengkapi. sehingga yang dipulangkan menjadi 84 orang. Mereka berasal dari Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur.

Khusus dari NTB dipulangkan sekaligus menggunakan pesawat dan tiba di Bandara Lombok International Airport (LIA) kemarin sekitar Pukul 14.00 Wita. Mereka kemudian dibawa menggunakan tiga mini bus  ke Kantor Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) Mataram dikawal di Kemenaker.

“Kita gerebek pagi setelah mendapat informasi dari masyarakat, bahwa rumah itu sudah cukup lama jadi tempat penampungan CPMI,” kata Kasubdit Perlindungan Direktorat PPTKLN Kemenaker RI, Muhammad Ridho Amrullah yang memimpin penggerebekan itu.

Baca Juga :500 Warga NTB Korban Human Trafficking, Satgas Penanganan TPPO Segera Dibentuk

Menurut Ridho Amrullah, setelah dilakukan cek dokumen, para Calon TKI itu ditampung sementara sebelum ditempatkan ke Arab Saudi. Pihaknya menggagalkan pemberangkatan karena negara itu sedang memberlakukan moratorium sejak 2015 lalu.

“Kita cek dokumennya tidak lengkap, kami amankan. Karena sudah dipastikan mereka akan ke Arab Saudi dengan cara ilegal,” tegasnya.

Ia berharap kasus ini jadi pelajaran masyarakat NTB untuk mengurungkan niat berangkat ke negara negara Timur Tengah yang sedang diberlakukan moratorium pemberangkatan tenaga kerja.

Sementara untuk tekong hingga pelaku penampungan dan jaringan TPPO yang terlibat pemberangkatan, sedang dalam proses pengejaran. Pihaknya berkoordinasi dengan Mabes Polri dan Polda NTB untuk penyelidikan lebih lanjut.

Para calon TKI yang keseluruhannya perempuan ini tergiur dengan bujuk calo karena akan ditempatkan di Arab Saudi dengan gaji jutaan rupiah. Mereka semakin yakin karena diiming imingi mendapat dana segar Rp 10 juta jika mau diberangkatkan.

Seperti pengakuan Muliati (39), asal Kelurahan Abian Tubuh  Kecamatan Sandubaya Mataram. Dibujuk tekong inisial SB asal Kelurahan Sayang Sayang Cakranegara. Namun dari total uang yang dijanjikan itu, ia baru terima Rp 4,5 juta. Itu pun sudah habis dipakai selama perjalanan dari Mataram ke penampungan  sementara di Surabaya, kemudian berlanjut ke Jakarta.  “Saya telpon beberapa kali saat di penampungan. Mau tagih yang belum diberikan ke saya. Tapi dia tidak angkat. Sampai sekarang orangnya hilang,”  akunya. Baru sadar jadi korban penipuan setelah digerebek aparat.

Baca Juga : Warga NTB Jadi Korban Kasus Human Traffficking, DPRD NTB Janji Lakukan Investigasi

Ia menceritakan, awal penipuan ketika ia dihubungi SB yang sama sekali tidak dikenalnya. Melalui SMS ia terus dibujuk. Pelaku juga merinci tarif ke masing masing negara tanpa dokumen. “Kalau gak punya paspor tinggal potong 1 juta aja. Misalnya ke Saudi 5,5 juta, ke Malaysia 3 juta, ke Singapura 2,5 juta,” demikian kalimat chat pelaku ke Muliati. Ia akhirnya tertarik setelah ada kepastian diberikan dana cash Rp 10 juta lengkap dengan paspor. “Ya bisa 10 juta, tapi kalau sudah jadi paspor. ya ya saya kasih,” kata SB setelah SMS panjang lebar dengan korban.

Sama dengan nasib Mahniwati (40) asal  Lombok Barat, diimingi hingga Rp 10 juta, namun baru diberikan Rp 2 juta. Ia mengaku lega setelah ditemukan petugas dan dipulangkan ke daerah asal.

Selama di penampungan kondisi mereka memprihatinkan. Meski ditampung di dalam rumah namun mereka diperlakukan seperti narapidana. “Gelap, pengap, karena banyak orang orang TKW lainnya di sana. Kami tidak boleh keluar, karena gerbang ditutup rapat,” ujar Muliati.

Dalam kondisi masih trauma, dia mengaku lega setelah ditemukan dan dipulangkan petugas. Meski pengalaman bertahun tahun menjadi TKI non prosedural, baru kali ini ia berhasil digagalkan aparat. (ars)

Foto : Para  CPMI yang digerebek di Jakarta saat baru tiba di kantor LTSP Mataram. (Global FM Lombok/ars)

1 Comment

Leave a Reply