Berdasarkan koordinasi antara Dinas Perhubungan NTB dengan Dinas Perhubungan Kota Mataram, angkutan kota (angkot) atau bemo kuning tetap akan didesain menjadi “feeder” atau pengumpan/penghubung. Rencana pemda ini sejatinya sudah cukup lama disuarakan, namun belum ada realisasinya sampai sekarang.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi NTB Drs. Lalu Bayu Windia, M.Si kepada Global FM Lombok mengatakan, jumlah angkot selama ini terus menyusut dari tahun ke tahun lantaran adanya pergeseran pola masyarakat bertransportasi. Dulu warga menggunakan bemo kuning sebagai alat transportasi yang paling bisa diandalkan, namun sekarang kendaraan pribadi sangat mendominasi. Semakin banyknya masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi membuat angkutan umum tergerus.
“Kita dengan Dihub Kota Mataran ingin menjadikan bemo kuning sebagai kendaraan pengumpan atau kendaraan anak sekolah, itu konsep yang paling mungkin,” katanya. Namun demikian, rencana tersebut belum dilaksanakan.
Sementara terkait dengan semakin menjamurnya kendaraan berbasis aplikasi baik roda empat maupun roda dua, Kepala Dinas menyebut hal itu bukan sebagai kompetitor atau ancaman bemo kuning di Kota Mataram. Masalahya, penumpang bemo kuning adalah para pedagang pasar atau warga dengan tujuan ke pasar. “Segmennya beda, angkot itu segmennya para pedagang pasar. Bukan saingan kalau kendaran online itu,” tegasnya.
Senada dengan Lalu Bayu Windia, Kabid Angkutan Pada Dinas Perhubungan Kota Mataram H Lalu Wirajaya mengatakan, angkot itu akan dijadikan angkutan “feeder” atau penghubung antara kawasan pemukiman dengan jalur utama yang digunakan oleh BRT. Itu rencana pertama. Namun jika program BRT tidak berjalan mulus, angkot ini akan dijadikan angkutan pelajar.
Menurutnya, angkot yang akan dijadikan angkutan pelajar tersebut masih dalam tahap kajian dan pendataan. Karena dibutuhkan data nama dan alamat siswa yang akan dijemput setiap hari menggunakan angkot ini.” Kajiannya mungkin sudah 80 persen, kita masih menunggu data-data, nama dan alamat siswa untuk pemetaan lalu lintasnya itu nanti. Kita akan upayakan seperti itu,” ujar Wirajaya.
Dalam desainnya, angkot ini akan disubsidi sehingga tetap bisa melayani pelajar. Setelah program ini berjalan dengan lancar, skema subsidi dikurangi secara perlahan. Pada akhirnya mereka mampu mandiri karena memiliki pasar yang jelas.
Menurutnya, angkot yang akan dijadikan kendaraan penghubung memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar layak. Dengan kata lain ada standar pelayanan minimal seperti kebersihan, kenyamanan, bahkan mungkin para sopir bemo kuning memiliki baju seragam sendiri.
Berapa jumlah bemo kuning yang masih tersisa kini ? menurut Wirajaya, Dinas Perhubungan Kota sudah melakukan pendataan. Jumlahnya memang masih tersisa sekitar 102 unit di tahun ini. Namun jika dibandingkan dengan belasan tahun silam, jumlah angkot menurun drastis. Misalnya di tahun 2005, jumlah angkot yang beroperasi di Kota Mataram sekitar 400 unit yang melayani trayek-trayek tertentu.
Saat ini, ada bemo kuning masih beroperasi sesuai dengan trayek, namun sebagian besar kendaraan ini dicarter oleh masyarakat. “ Mereka memiliki pelanggan sendiri, mengantar ibu-ibu ke pasar dan lain sebagainya,” katanya.
Dalam jangka pendek, yang harus dibenahi adalah standar kebutuhan masyarakat, mengingat standar masyarakat terhadap angkutan itu sudah berbeda, “Sekarang ini masyarakat butuh angkutan yang lebih nyaman. Standar kenyamanan itu dulu yang harus dipenuhi oleh angkot ya, agar masyarakat tidak ragu. Itu yang harus dibenahi dalam jangka pendek,” kata Wirajaya.(ris/dha)-
No Comments