Berdasarkan data dari Dinas LHK Provinsi NTB tahun 2018, volume sampah di 10 kabupaten kota di NTB sekitar 3.388 ton dalam sehari. Namun jumlah sampah yang belum dikelola sebanyak 83 persen atau sekitar 2.695 ton sampah. Sehingga hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah.
Jika dirinci produksi sampah masing-masing kabupaten/kota setiap hari di NTB yaitu Kota Mataram produksi sampahnya sebesar 314,3 ton, Lombok Barat 469,56 ton, Lombok Utara 149,15 ton. Kemudian Lombok Tengah 645,73 ton, Lombok Timur 801,74 ton, Sumbawa Barat 92,39 ton, Sumbawa 311,85 ton, Dompu 164,27 ton, Bima 325,94 ton dan Kota Bima 113,83 ton.
Berbagai upaya dilakukan dalam rangka mengolah sampah, mulai dari pembuatan bank sampah di setiap desa/kelurahan, pemanfaatan black soldier (lalat hitam) untuk mengurai sampah organik hingga mengolah sampah menjadi bahan bakar pellet. Upaya Pemprov NTB bersama PLN untuk mengolah sampah menjadi pellet inilah yang sedang menjadi atensi saat ini.
Pellet RDF ini menjadi bahan campuran batu bara (co-firing) dalam proses pembakaran di PLTU Jeranjang, Lombok Barat. Jumlah ideal dalam proses co-firing itu adalah 3 persen pellet dan 97 persen batubara.
Manager Unit PT.Indonesia Power PLTU Jeranjang OMU Melky Victor Borsalino mengatakan, PLTU Jeranjang yang berkapasitas 3 x 25 Megawatt (MW) menggunakan 100 persen batubara. Kini pihaknya bersama dengan Pemerintah Provinsi NTB telah menjalin kerjasama pengolahan sampah. Dengan adanya kerjasama pengolahan sampah tersebut, bahan bakar dari pellet sampah akan mengisi 3 persen dari bahan bakar yang dibutuhkan.
Ia mengatakan, di masa penelitian ini, rata-rata pellet yang berhasil diproduksi hanya dua ton per bulan, sementara kemampuan bahan bakar sampah di PLTU Jeranjang sebesar 1,8 ton per jam atau sekitar 48 ton dalam 24 jam. Sehingga dalam satu bulan, PLTU ini akan membutuhkan sekitar 1.400 ton pellet.
“Secara teknis, kami siapkan dulu pembangkitnya. Karena ini berkaitan dengan proses keandalan listrik juga. Kita sudah tersertifikasi oleh Puslitbang, kami sudah melakukan pengujian dari tahun kemarin. Artinya kami sudah siap,” katanya.
Saat ini titik pengolahan sampah menjadi bahan bakar hanya dilakukan di TPA Regional Kebon Kongok saja yang disebuat sebagai JOSS (Jeranjang Olah Sampah Setempat). Sehingga pihaknya sebagai pengguna bahan bakar mengharapkan agar kedepannya sentra produksi pellet ini bisa dilakukan di banyak tempat, termasuk di desa-desa seperti rencana Pemprov NTB.
Sebenarnya energi biomassa ini bukan hanya berasal dari sampah, namun ada juga dari limbah kayu, tumbuhan sorgum, cangkang sawit hingga limbah pertanian. Pengolahan sampah menjadi bahan bakar bukan hanya sekedar akan mengurangi volume sampah, namun hal ini bisa juga mencipakan nilai ekonomi dari sampah tersebut. Kelebihan lainnya yaitu emisi yang dihasilkan oleh bahan bakar pellet ini lebih minim karena menggunakan bahan bakar non fosil.
” Jadi dilihat dari segi apapun, program ini bagus,” katanya.
Melky menjelaskan untuk saat ini nilai komersil atau harga dari bahan bakar pellet ini belum ditetapkan. Nantinya nilai komersil akan disepakati dalam MoU pemanfaatan bisnis dengan Pemprov NTB. Namun yang jelas harga jual pellet ini lebih rendah daripada batu bara yang digunakan oleh PLTU.
“Pembelian pellet ini tidak boleh lebih mahal daripada batu bara. Kedua kualitasnya harus dijaga sesuai dengan spesifikasi pembangkit. Dengan adanya hal ini, listrik tidak boleh lebih mahal dengan menggunakan pellet ini, justru harga listrik jauh lebih murah dan jauh lebih ramah lingkungan,” terangnya.
Adapun konsep jual beli produk pellet ini kata Melky, PT.Indonesia Power tidak akan membeli di masyarakat secara langsung, namun akan membeli dari komunitas-komunitas atau bisa juga BUMDes, BUMD dan koperasi yang sudah disepakati antara PLN dengan Dinas LHK NTB nantinya. Pola tersebut diterapkan untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan.”Kami juga akan menetapkan Standar Nasional Indonesianya,” ungkapnya.
Ia yakin dengan adanya nilai ekonomi dari pengolahan sampah ini, paradigma masyarakat akan berubah. Masyarakat yang awalnya menganggap sampah sebagai material yang tidak memiliki nilai, terutama sampah organik, maka kedepan paradigma tersebut akan berubah.
Dengan sudut pandang yang berubah itu maka akan terbentuk budaya masyarakat terhadap sampah. Masyarakat cenderung akan melakukan kegiatan pengelolaan secara mandiri karena di setiap sampah ada nilai rupiah di dalamnya.
Potensi pendapatan masyarakat di sektor ini cukup menjanjikan. Sampah organik yang melimpah di NTB bisa menjadi uang. Misalnya saja limbah pertanian berupa jerami atau jagung bisa dioleh menjadi pellet dan menjadi bahan bakar listrik.
”Di sini banyak sawah. Kalau panen, jeraminya dibuang begitu saja atau dibakar begitu saja. Makanya jika itu dikumpulkan, tentu nilai ekonominya akan tinggi. Besok kita akan sulit menemukan sampah-sampah di jalanan, ibaratnya begitu,” katanya penuh optimis.
Dapat Dukungan dari Kemenko Marves dan DPRD
Deputi Bidang Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Nani Hendiarti mengunjungi PLTU Jeranjang pada hari Selasa tanggal 18 Agustus lalu. Kunjungan kerja kali ini untuk melihat langsung proses Co-Firing menggunakan pellet RDF.
“Kemenko Marves serius dalam penanganan sampah. Dan sesuai arahan dari Menko Marves, bahwa proses pengolahan RDF dilakukan melalui pola kemitraan dan juga menggunakan muatan lokal” jelas Nani dalam kesempatan ini.
Masing masing pihak memiliki peranan masing masing dalam pengolahan sampah, mulai dari Kemenko Marves, KLHK, PUPR, ESDM dan juga support dari Pemerintah Daerah. Kemenko Marves sendiri memiliki peranan untuk menyusun kebijakan, pemilihan lokasi dan implementasi RDF dan juga penyiapan pendanaan dan business process RDF tersebut.
General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTB Rudi Purnomoloka menyampaikan bahwa PLN mendukung penuh penyediaan energi yang ramah lingkungan di NTB. Salah satunya dengan mengoptimalkan pemanfaatan sampah menjadi pelet RDF ini.
“Pelet RDF ini termasuk salah satu Energi Baru Terbarukan (EBT).Target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025 oleh Kementerian ESDM. Dan kami yakin, dengan dukungan dari seluruh pihak, PLN bisa mencapai target tersebut.” jelas Rudi.
Rudi juga menyampaikan program Waste to Energy ini merupakan salah satu bentuk dukungan PLN untuk mewujudkan salah satu visi NTB Gemilang, yaitu “NTB Asri dan Lestari”.
Kalangan DPRD Provinsi NTB mendukung program “Zero Waste” yang dijalankan Pemerintah Provinsi NTB termasuk di dalamnya pengolahan sampah menjadi bahan bakar. Karena program ini sangat stategis dan tidak sederhana, maka Pemprov NTB diminta sungguh-sungguh. Merealisasikan program ini butuh dukungan dari masyarakat dan semua pihak, sehingga menyatukan satu visi bersama menjadi bagian dari tugas Pemda.
Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB H.Muzihir mengatakan, volume sampah yang ada di TPA Regional Kebon Kongok sudah menggunung. Limbahnya juga dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar. Karena itu mengurangi volume timbunan sampah di TPA Regional tersebut harus dilakukan, salah satu caranya dengan melakukan pengolahan menjadi bahan bakar untuk PLTU Jeranjang.
“Pemprov NTB harus serius dan sampai tuntas digarap, agar apa yang dicita-citakan oleh pemerintah dan masyarakat terkait zero waste ini agar betul-betul bisa diwujudkan. Jangan sampai ini sebatas slogan saja,” kata Muzihir.
Pimpinan DPRD NTB dari daerah pemilihan Kota Mataram optimis jika program ini mampu dijalankan dengan baik oleh Pemprov NTB bersama mitra kerjanya dalam hal ini PT.Indonesia Power, maka sampah yang diproduksi setiap hari akan bisa diurus dengan baik. Mengingat sampah bukan lagi lagi dipandang sebagai tumpukan benda yang tak memiliki harga, namun sudah memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena ada nilai jual dari proses pengolahan sampah tersebut.
“Sampah ini sebagai berkah, bukan lagi musibah, asalkan masyarakat bisa yakinkan,” ujarnya.
Soal dukungan anggaran untuk memperlancar program besar ini, bagi DPRD NTB kata Muzihir tidak menjadi masalah, karena ini untuk kebaikan masyarakat itu sendiri. Jika tak mampu ditanggulangi oleh APBD provinsi, maka APBD kabupaten/kota juga harus bisa memberi perhatian pada masalah ini.”Kita juga nanti bisa sama-sama cari dukungan anggaran di APBN,” tambahnya.
Ia memandang kerjasama pemanfaatan sampah menjadi energi bahan bakar di PLTU Jeranjang akan saling menguntungkan antara Pemprov NTB dengan PLN. Terlebih secara geografis, lokasi TPA Regional Kebon Kongok dengan PLTU Jeranjang masih dalam satu kawasan, sehingga arus distribusi barang tidak menjadi persoalan. (ris)
No Comments