Mataram (globalfmlombok.com) – PRODUKSI rumput laut di NTB tembus 700 ribu ton setiap tahunnya. Jumlah tersebut menjadikan NTB sebagai provinsi ke empat dengan produksi rumput laut tertinggi nasional.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim mengatakan untuk memaksimalkan potensi rumput laut, Pemprov NTB tengah mematangkan langkah hilirisasi produksi kelautan itu.
Tahun ini, pihaknya tengah melakukan proses identifikasi dan peningkatan status untuk mempersiapkan rencana aksi yang akan dibahas bersama Forum Hilirisasi Olahan (FHO) setelah 17 Agustus 2025.
“Dia (Menko Kemaritiman) mau memperkuat dulu dari sistim hilirisasi pengelolaan, penyiapan bahan baku berkualitas kan ada standardisasi, sejauh mana masyarakat kita memahami peningkatan kualitas mutu produk,” ujarnya.
Tahapan awal hilirisasi akan difokuskan pada penguatan sistem pengelolaan, penyiapan bahan baku berkualitas, dan penerapan standardisasi produk. Pemprov NTB juga akan menilai sejauh mana pemahaman masyarakat dalam meningkatkan kualitas dan mutu hasil panen.
“Kalau terkait hilirisasi akan menjadi bagian dari diskusi kita. Kita ingin pastikan bahan baku yang dihasilkan memenuhi standar industri, sehingga memiliki daya saing di pasar nasional maupun internasional,” jelasnya.
Produksi rumput laut di NTB cukup tinggi. Terutama di Kabupaten Bima, sedikitnya 13 desa di kawasan tersebut rata-rata mata pencaharian warganya menjadi petani rumput laut.
Selain memacu adanya hilirisasi rumput laut, Pemprov juga mendorong adanya hilirisasi garam. Apalagi NTB telah memiliki pabrik garam terbesar yang beroperasi mulai tahun ini. Hilirisasi garam juga sesuai dengan target nasional untuk swasembada pangan di tahun 2027.
Untuk merealisasikan hilirisasi garam di NTB, Pemprov telah menyusun master plan dan road map pengembangan ekonomi garam di NTB, yang mencakup program diversifikasi produk dari garam krosok kualitas K2 dan K3 menjadi K1.
Kendati memiliki keinginan kuat untuk hilirisasi, Muslim mengaku pabrik garam masih memiliki kendala, khususnya dari segi anggaran. Menurutnya, perlu adanya dukungan anggaran, perbaikan tata kelola irigasi tambak, dan pembangunan jalan produksi untuk kemudahan hilirisasi.
Selain modal, kendala lainnya adalah kurangnya SDM yang memadai, dan pasar untuk menjual hasil produksi. Saat ini, produksi garam sedikit tersendat karena bergantung pada pesanan.
“Kami mendorong pabrik garam ini bermitra dengan pihak ketiga yang mumpuni dari sisi modal, jaringan pasar, dan kemasan, sambil tetap mempertahankan peran koperasi,” jelasnya. (era)