Mataram (Global FM Lombok)- Kawasan hutan di Provinsi NTB semakin mengkhawatirkan. Luas kawasan hutan yang sedang kritis sekitar 580 ribu hektar dengan jumlah terbanyak berada di Kabupaten Bima dan Dompu. Rusaknya kawasan hutan berpotensi menimbulkan bencana banjir dan longsor di sekitar kawasan tersebut.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Madani Mukarom kepada Global FM Lombok, Jumat (9/11) mengklaim, kerusakan hutan di NTB terjadi sebelum kewenangan pengelolaan hutan dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi. Pengelolaan hutan ke Pemerintah Provinsi baru efektif berlaku tahun 2017 lalu setelah berlakunya UU 23 tahun 2014 tentang Alih Kewenangan Pengelolaan Kehutanan.
Madani mengklaim, hutan di NTB mengalami kerusakan sejak muncul program tanaman semusim yang digalakkan oleh sektor lain tahun 2013 lalu. Pemprov NTB waktu itu tak bisa berbuat banyak lantaran kewenangan masih ada di pemerintah kabupaten/kota.
“Menurut UU, harua ada 30 persen area yang tertutup vegetasi berupa hutan. Sehingga bisa mengimbangi kondisi alam. Sekarang kurang dari 30 persen. Kalau sekarang sudah dibawah itu. Data terakhir kita 580 ribu hektar yang rusak di NTB baik di hutan maupun di luar hutan. Itu kritis ya, yang terbuka. Yang paling parah itu di Pulau Sumbawa, terutama di Dompu dan Bima,” kata Madani Mukarrom, Jumat ( 9/11).
Madani Mukarom mengatakan, saat ini pihaknya memiliki UPT. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebanyak 11 unit KPH yang tersebar di seluruh NTB untuk mengawasi hutan. Namun jumlah total petugas hanya 430 orang dengan jumlah petugas di masing-masing KPH sebanyak 40 orang. Jumlah itu jauh dari ideal karena satu orang petugas akan mengawasi seluas 2.200 hektar hutan. Jika dibandingkan di sejumlah daerah di Jawa, petugas KPH ada yang memiliki rasio 1 orang petugas berbanding 50 sampai 100 hektar hutan.(ris)
No Comments