Mataram (globalfmlombok.com) –
Panahan tradisional Perpatri NJ resmi dipertandingkan dalam Festival Olahraga Masyarakat Nasional (Fornas) VIII yang berlangsung di Stadion Turida, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pertandingan yang satu ini berlangsung selama dua hari yaitu 29 – 30 Juli 2025.
Sebanyak 14 provinsi dari seluruh Indonesia turut ambil bagian dalam cabang olahraga ini. Panahan menjadikan salah satu cabang baru yang menyita perhatian dalam gelaran Fornas tahun ini.
Technical Delegate cabang panahan tradisional, Heru, mengatakan penyelenggaraan ini merupakan hasil dari proses panjang dan bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Pasalnya, panahan tradisional menjadi momen penting, karena untuk pertama kalinya dipertandingkan secara resmi di bawah naungan Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI).
“Ini adalah event pertama secara resmi digelar oleh KORMI di NTB untuk panahan tradisional. Kita tidak bim salabim langsung menjadi seperti ini. Perjalanan panjang, komunikasi intens, dan kerja keras komunitas di seluruh Indonesia akhirnya membuahkan hasil,” ujar Heru di sela pembukaan kegiatan, Selasa (29/7).
Pertandingan hari pertama sudah dimulai sejak pukul 06.30 WITA dengan kedatangan peserta dari berbagai daerah. Suasana di Stadion Turide tampak meriah dan penuh warna sejak pagi. Keunikan tampak dari penampilan seluruh peserta yang mengenakan pakaian adat khas masing-masing daerah asal mereka.
“Peserta dari Sumatra Utara mengenakan ulos, kontingen Jawa Tengah tampil dengan beskap dan blangkon, sementara peserta dari Nusa Tenggara Timur tampil anggun dalam balutan tenun ikat khas daerah,” ujarnya.
Pakaian tradisional ini tidak hanya dikenakan saat pembukaan, namun juga selama bertanding di lapangan. Kombinasi antara ketangkasan memanah dan busana tradisional menciptakan pemandangan yang tidak hanya menarik dari sisi olahraga, tetapi juga mencerminkan keberagaman budaya Indonesia.
Menurut Heru, penggunaan pakaian adat menjadi bagian dari penilaian utama yang diusung oleh panahan tradisional. Olahraga ini lahir dari akar budaya masyarakat dan harus terus dijaga dalam semangat kekeluargaan dan pelestarian tradisi.
“Panahan ini lahir dari tradisi, jadi sudah seharusnya semangat budaya dibawa dalam setiap pelaksanaannya,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan kali ini, terdapat 16 kategori yang dipertandingkan oleh para peserta. Masing-masing kategori mewakili keragaman teknik dan gaya yang berkembang di berbagai komunitas panahan tradisional di Indonesia.
“Seluruh kategori tetap berada dalam koridor panahan tradisional, tanpa sentuhan teknologi modern seperti alat bidik atau stabilisator. Peserta bertanding menggunakan busur sederhana yang umumnya dibuat dari bahan kayu lokal, dengan anak panah hasil kerajinan tangan komunitas masing-masing,” ungkapnya.
Heru menambahkan bahwa kompetisi ini tidak semata-mata bertujuan untuk mencari pemenang, namun lebih kepada membangun ruang silaturahmi antar komunitas dan mempererat kebersamaan. Ia berharap penyelenggaraan panahan tradisional di Fornas VIII menjadi tonggak penting untuk pengembangan olahraga masyarakat berbasis budaya di masa mendatang.
“Kita ingin panahan tradisional ini terus berkembang, bukan hanya sebagai olahraga, tapi sebagai warisan budaya yang membanggakan. Lewat Fornas, kita berharap panahan tradisional semakin dikenal dan dicintai,” katanya.(ris)