Praya (Global FM Lombok) – Jumlah balita yang mengalami stunting di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) tahun 2019 sebanyak 29.800 orang. Untuk menuntaskan kasus stunting, tidak bisa hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan saja, namun dibutuhkan penanganan lintas sektor.
Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) Kusriadi kepada Global FM Lombok mengatakan, tahun 2020 mendatang, pihaknya membuat target penurunan angka stunting sebesar 2 persen.” Target kita angka stunting di bawah 28 persen tahun 2020 – 2021. Itu itu sudah luar biasa, karena posisi Loteng saat ini 31,05 persen,” kata Kusriadi.
Ia mengatakan, jika semua pihak bergerak untuk menuntaskan stunting, maka dengan sumber daya yang besar, persoalan tersebut akan bisa cepat diselesaikan. Di Loteng katanya, ada inisiasi melalui Bappeda bahwa semua SKPD terkait ikut menganggarkan penanganan stunting.
Baca Juga : Menkes Kunjungi NTB, Bahas Stunting hingga Peran Posyandu
“Kalau kami di Dinas Kesehatan itu ada pembiayaan dari pusat, ada juga dari daerah. Dari pusat itu ada biaya operasional penanangan stunting sekitar Rp 350 juta. Itu bentuknya adalah manajemen sampai tataran evaluasi,” katanya. Sementara di tataran teknis, penanganan stunting dilakukan melalui APBD. Pihak Puskesmas juga menganggarkan dana untuk menyelesaikan masalah stunting ini.
Sebelumnya pada tanggal 12 Desember lalu, Dinas Kesehatan Provinsi NTB melakukan diskusi bersama stakeholder terkait khusus mengenai upaya penurunan angka stunting dan revitalisasi posyandu. Dalam pertemuan tersebut ditargetkan stunting akan tuntas tahun 2023 mendatang.
Dengan dukungan alokasi anggaran mencapai lebih dari Rp.103,6 miliar pada tahun 2020, tersebar di sejumlah organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan instansi lainnya sebagai penanggungjawab kegiatan, maka Pemerintah Provinsi NTB optimis akan dapat menuntaskan program pemberantasan Stunting dan revitaliasi Posyandu dari berbagai aspek.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr. Nurhandini Eka Dewi, Sp.A bersama Kepala Bapeda NTB dan para Kepala OPD serta akademisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat menyepakati pentingnya penanganan stunting dan pembangunan kesehatan dilakukan dengan cara berbagi peran dari seluruh stakeholder terkait.
“Semua instansi harus bergerak bersama dengan cara berbagi peran”, ujar dr. Eka. Termasuk juga menuntaskan stunting, menurutnya perlu dipetakan semua faktor penyebab dan risikonya, sehingga penanganan kasus stunting yang berbeda di setiap daerah dapat ditemukan solusi terbaiknya.
Dinas PUPR misalnya, memfokuskan anggaran stunting dalam hal menyiapkan infrastruktur sanitasi yang baik. Karena secara akademis, sanitasi yang buruk dinilai sebagai salah satu penyebab stunting.
Program intervensi yang serupa juga dikerjakan oleh Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik, yang sesuai fungsinya, kini tengah membangun aplikasi dan basis data penanganan stunting secara keseluruhan. Dengan demikian, didapatkan data pasti mengenai penderita stunting sekaligus objek pelayanan kesehatan secara komprehensif dalam Posyandu Keluarga di seluruh NTB, terangnya.
Menurut Data Dikes Provinsi NTB, saat ini NTB memiliki 169 puskesmas yang tersebar di 10 kabupaten/kota. NTB juga memiliki 7.294 Posyandu, sedangkan Posyandu berbasis PAUD 215, Posyandu Pratama 308, Posyandu Madya 3.052, Posyandu Purnama 3.640, Posyandu Mandiri 474, Posbindu 1.259, Posyandu Remaja 842, Posyandu Lansia 1.465. Sedangkan Posyandu berbasis bank sampah ada 47, dan yang sudah menjadi Posyandu keluarga ada 904 buah se NTB.(ris)
You must be logged in to post a comment.
4 year ago
[…] Baca Juga : 29.800 Balita di Loteng Alami Stunting, Butuh Penanganan Lintas Sektor […]