Giri Menang (globalfmlombok.com) – Keluh kesah non ASN yang diputus kontrak di Lombok Barat disampaikan pada hearing dengan DPRD pada Senin, 27 Oktober 2025. Mulai dari yang tugas sejak 2019, namun tak masuk database hingga ratusan guru non ASN yang mendapatkan sertifikasi harusnya tidak boleh sembarang dirumahkan olah pemerintah daerah.
Non ASN bernama Yuni Mas’atun, SP., menuturkan ada 1.632 non-ASN non-database sebagai bodong. Sedangkan ia dan teman-teman non ASN lainnya bekerja berlandaskan SK. “Jadi kami ada SK, bukan bodong,” ungkapnya saat menyampaikan keluh kesahnya.
Bahkan ia telah bekerja sebagai guru non-ASN sejak tahun 2019, namun tak masuk database BKN. “Karena waktu itu tidak ada orang yang bisa bantu saya untuk masuk data BKN, bukan serta-merta kita sendiri memasukkan diri kita ke data BKN,” keluhnya.
Akibatnya semenjak mulai bekerja berdasarkan SK Dinas pada tahun 2019, sampai sekarang tidak bisa masuk database BKN. Kemudian beberapa Minggu lalu ia dan non ASN lain dikumpulkan di dinas memberitahukan bahwa sekian tenaga kontrak yang di PHK. Padahal, kata dia, dari SK perjanjian kerja tahun 2025 ini, selama setahun. Dalam surat perjanjian itu, pada pasal 8 bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilakukan, apabila pihak kedua meniggal dunia. “Sedangkan kami masih hidup,” ujarnya.
Selanjutnya batas waktu perjanjian kerja berakhir, sedangkan sekarang masih bulan Oktober, sehingga dari surat kontrak kerja itu, tidak ada memenuhi syarat non ASN diputus kontrak.
Ia pun mencoba menanyakan ke pimpinan kenapa dirinya tidak masuk database BKN, menurut informasi dari dinas bahwa itu bagian dari pekerjaan kepala dinas sebelumnya.
“Saya harap setelah pertemuan ini, tidak ada rekan-rekan kami yang dirumahkan, karena kami kerja bukan seenak-enaknya. Kami berharap ada solusi dari Bapak Bupati,” harapnya.
Sebab melalui job fair bukan solusi bagi non ASN. Karena kebanyakan tidak memenuhi syarat usia dan kualifikasi tidak sesuai bidang.
Hal senada disampaikan Baiq Sri Widia bahwa pemutusan kontrak guru sebagai pendidik generasi bangsa yang tak seharusnya dirumahkan seperti non ASN guru.
Terlebih guru sertifikasi yang menjadi korban. Padahal harusnya mereka tidak boleh sembarang dirumahkan. “Di bawah guru-guru ini sudah was-was, menangis karena ada surat edaran (pemutusan kontrak),”imbuhnya.
Terlebih, guru non ASN dan sertifikasi banyak membantu guru ASN di sekolah dalam hal mengajar dan lainnya. Dan perlu diingat kata dia, keberadaan Bupati dan kepala OPD, dan DPRD karena jasa guru. “Jadi pak bupati ingat jasa guru, bapak duduk di sini, karena juga jasa guru,” ujarnya.
Bahkan ia justru mengungkap adanya OPD yang diduga titip SK ke kepala sekolah, sehingga kepala sekolah tidak berani menolak. “Kepala sekolah kami bingung, yang merekrut Siapa,yang mengeluarkan edaran siapa?,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Lobar Ass. Prof. Dr. Syamsuriansyah mengatakan guru non ASN yang sudah sertifikasi dan lulus PPG tidak boleh sembarang diputus kontrak. “Mereka tidak boleh sembarang diputus kontrak karena mereka secara otomatis te-recognize secara nasional sebagai guru profesional,”ujarnya.
Hal ini kata dia kontradiktif dengan kebijakan pemutusan kontrak oleh bupati. Sehingga langkah Dikbud agar bisa mengakomodasi mereka cukup tepat.
Kadis Dikbud Lobar M Hendrayadi mengatakan bahwa ia telah menjelaskan kepada semua kepsek terkait ramainya pemutusan kontrak non ASN. Pihaknya tidak mengintruksikan bagi kepsek memutus kontrak.
Terkait guru yang sudah memegang sertifikat pendidik, Pihaknya akan memiliki solusi agar guru ini tetap dipertahankan dan mendapatkan jam mengajar. Mereka ini bisa turun grade yang tadinya mengajar di SMP agar bisa mengajar ke SD dan bisa menjadi guru kelas. Tentu hal ini kata dia, nanti diputuskan oleh Bupati. (her)


