BerandaBerandaSosiolog Unram Sebut Tiga Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Kriminal di NTB

Sosiolog Unram Sebut Tiga Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Kriminal di NTB

Mataram (globalfmlombok.com) – Kasus kejahatan yang menghabisi nyawa seseorang belakangan kerap terjadi di NTB. Di antara kasus-kasus kriminal di NTB, terjadi di Kabupaten Lombok Barat yang memakan korban masyarakat biasa hingga anggota polisi. Kemudian yang paling hangat adalah kasus meninggalnya mahasiswi dengan modus dugaan pembegalan di Pantai Nipah, Lombok Utara.

Rentetan kasus kriminal tersebut tidak hanya membuat masyarakat khawatir terhadap jaminan keamanan dan keselamatan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan terkait penyebab kasus kejahatan marak terjadi.

Sosiolog Universitas Mataram (Unram), Dr. Dwi Setiawan Chaniago, S.Sos., MA., pada Kamis (28/8/2025) mengatakan, dalam perspektif sosiologi, fenomena kriminal tidak terjadi akibat faktor tunggal. Kriminalitas umumnya terjadi karena ada relasi sejumlah aspek yang berhubungan.

“Secara umum biasanya ada beberapa faktor yang cukup determinan mempengaruhi situasi kriminalitas,” katanya kepada Suara NTB.

Tiga Faktor

Dwi menyebut ada tiga faktor yang menjadi dalang munculnya kasus kejahatan di tengah masyarakat di antaranya, determinisme ekonomi, sosial, dan teknologi. Ketiga faktor tersebut memiliki andil kuat kenapa kriminalitas menguat di tengah masyarakat.

Misalnya determinisme ekonomi. Menurut Dwi, tekanan ekonomi di tengah masyarakat semakin kuat akibat kondisi ekonomi secara nasional. Kebijakan-kebijakan yang tidak menguntungkan sejumlah kelompok masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah, hingga inflasi yang menuntut biaya hidup melangit membuat keadaan psikis masyarakat mudah terganggu.

“Pada akhirnya ini tentu akan mudah bereskalasi pada perilaku-perilaku kriminalitas,” ujarnya.

Kecemburuan Sosial Turut Memantik

Dwi menambahkan, kondisi kemiskinan, ketimpangan, hingga kecemburuan sosial turut memantik perilaku kejahatan menjamur di tengah masyarakat. Ia menilai, basis kebijakan pembangunan yang bertujuan mendorong peningkatan ekonomi hanya memihak kepada segelintir pihak. Sementara masyarakat yang terdampak proses pembangunan justru hanya menjadi penonton.

“Masyarakat-masyarakat yang terdampak ini kalau tidak memperoleh akses dan manfaat atau bahkan justru terdampak secara negati. Ini justru memunculkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya bermuara pada kriminalitas,” tutur Dwi.

Pengaruh tekanan ekonomi juga membuat masyarakat yang tidak memiliki kemampuan menjadi aktor utama pembangunan. Akhirnya memilih jalur pintas yakni menjadi pekerja informal ilegal, seperti mencuri, membegal, dan tindakan-tindakan melawan hukum lainnya.

Soal Pembangunan Sumber Daya Manusia

Selain faktor ekonomi, pengaruh determinisme sosial masyarakat di NTB, khususnya di Pulau Lombok. Determinisme sosial melihat bahwa laju pembangunan ekonomi dan pariwisata tidak dibarengi dengan upaya pembangunan sumber daya manusianya.

Menurut Dwi, kemajuan pariwisata dengan keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), destinasi bertaraf nasional, dan potensi-potensi alami lainnya, ternyata kurang menyerap sumber daya lokal.

Dari kenyataan tersebut, ekspektasi masyarakat terhadap terbukanya peluang kerja dan lapangan kerja baru meningkat. Namun, menurutnya, harapan tersebut jauh panggang dari api.

“Saya melihat proses dalam upaya mendorong afirmasi kemampuan adaptasi masyarakat untuk mengimbangi proses perubahan sosial itu masih belum memadai. Saya melihat ada ketimpangan antara laju pertumbuhan pembangunan di sektor ekonomi dengan pembangunan sosial, padahal itu kan seharusnya berjalan beriringan,” terangnya.

Harus Jadi Alarm bagi Pemerintah

Ia mengingatkan, dari kasus kejahatan yang terjadi belakangan ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah bahwa di tengah keseriusan membangun ekonomi dan pariwisata, pemerintah juga mesti memerhatikan kesejahteraan masyarakat rentan terdampak pembangunan.

“Jangan sampai lari ke hal-hal yang bisa mengarah kepada perilaku kriminalitas. Karena kalau mereka tidak diperhatikan saya khawatir mereka akan masuk ke ranah-ranah yang sifatnya kontra-produktif,” tekannya.

Kemudian ketiga, ada faktor determinisme teknologi. Menurut Dwi, peran teknologi dalam penyebaran informasi membuat masyarakat semakin dekat dengan berita-berita yang sebelumnya sulit diakses atau yang disebut desensititasi.

“Di sisi lain tentu tidak hanya dalam konteks penyebaran informasi dampak dari determinisme teknologi ini, tapi juga pengaruhnya terhadap kejahatan-kejahatan digital,” ungkapnya.

Perlunya Kepedulian Sosial

Dwi melihat, hubungan ketiga faktor tersebut mengakibatkan munculnya perilaku kriminalitas dalam komunitas masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, Dwi mengajak, pemerintah untuk membangun peringatan dini di level komunitas masyarakat. Selain itu, kepedulian sosial juga perlu untuk meredam kasus-kasus kejahatan di daerah.

“Situasi seperti ini kan harus kita hadapi dengan kolektivitas bersama, kepedulian, lebih peduli terhadap lingkungan sosial kita, kita bisa lebih mudah mengidentifikasi situasi-situasi yang mungkin bisa bermuara pada perilaku kriminalitas di level lingkungan,” ujarnya.

Selain itu, pemberian batas waktu keluar untuk anak usia pelajar juga perlu diberlakukan. Hal itu untuk meminimalisasi potensi terjadinya kejahatan di tengah masyarakat. “Hal-hal seperti itu bisa menekan angka kriminalitas,” pungkasnya. (sib)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

16,985FansSuka
1,170PengikutMengikuti
2,018PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
3,005PelangganBerlangganan
BERDASARKAN TAG
BERDASARKAN KATEGORI