Mataram (globalfmlombok.com) – Kasus dugaan keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Lombok Timur (Lotim) beberapa waktu lalu menambah daftar panjang angka kejadian serupa di NTB. Sejumlah siswa dan guru turut menjadi korban kasus keracunan tersebut.
Satuan Tugas (Satgas) MBG NTB menilai, proses distribusi menjadi faktor penyebab kasus keracunan akibat MBG terjadi. Satgas telah mengevaluasi kasus tersebut.
“Itu kita lakukan evaluasi menyeluruh dan dari hasil kita di Satgas dan di teman-teman SPPG ada persoalan pada sistem pendistribusian,” kata Ketua Satgas MBG NTB, Ahsanul Khalik, beberapa waktu lalu.
Persoalan sistem distribusi yang dimaksud adalah pada waktu penyaluran yang tidak ideal. Ia mencontohkan, pendistribusian yang dilakukan pukul 07.00 Wita, tapi siswa diberi makan pada 08.30 Wita.
Tenggat waktu satu setengah jam itu dinilai menjadi penyebab paket MBG tersebut kerap bermasalah. “Harusnya satu jam setelah didistribusi harus dimakan,” jelasnya.
Sementara pada proses pemilihan bahan hingga pengolahan di SPPG, Ahsanul menilai sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Kalau prosesnya, sampai kita cek di suplier tempat belinya ini bahan pangan sudah sangat layak dan berkualitas dan diproses lima jam setelah dibeli di suplier, pemotongan, pembersihan segala macam dan kemudian mereka mulai kerjakan pengolahan di atas jam 12.00 malam, ini sudah sesuai dengan SOP kalau itu,” jelasnya.
Meski demikian, operasional SPPG yang bersangkutan tetap berjalan. Namun, dengan catatan-catatan yang telah diberikan Satgas MBG Lotim.
Ahsanul menambahkan, bahwa siswa-siswi yang terdampak keracunan itu sebelumnya sudah memiliki riwayat penyakit seperti tipes dan demam.
Selain itu, ia menuturkan, dari 3.400 siswa penerima manfaat di SPPG tersebut yang terdampak hanya 26 siswa. Sementara dari 35 sekolah penerima manfaat hanya ada lima sekolah yang berjarak cukup jauh dari (SPPG).
“Tetapi kita tidak bicara itu. Yang kita bicarakan adalah sekecil apapun persoalan jangan sampai ada terjadi lagi keracunan. Kita tidak bicara jumlah yang menderita keracunan, tetapi satu orang anak pun, ini tidak boleh terjadi di masa yang akan datang,” tegasnya.
Saat ini, proses perluasan penerima manfaat MBG di NTB terus digencarkan. Sementara itu, sudah ada 379 SPPG yang didirikan untuk menunjang pelaksanaan MBG di NTB.
“16.000 lebih tenaga kerja yang tersalurkan di 379 (SPPG) itu. Kemudian ada 1.177.769 penerima manfaat yang sudah menikmati. 1.720 lebih mitra suplier yag ikut bekerja,” tutur Ahsanul Khalik.
Ia menyebut, persentase pembangunan SPPG di NTB sudah mencapai 67 persen dan berharap, target 100 persen dapat tercapai pada tahun ini.
“Persentase MBG di NTB 67 persen lebih. Tinggal 33 persen. Mudah-mudahan bisa (akhir tahun selesai). Karena ada 152 sedang proses. Ada yang sudah mau running ada yang proses pembangunan. Hari ini mungkin lebih yang 379 itu. Karena hari ini dan besok Senin ada beberapa SPPG yang akan running juga,” tandasnya. (sib)


