Mataram (globalfmlombok.com)
Pemprov NTB terancam disanksi Pemerintah Pusat terkait beban belanja pegawai yang melebihi rata-rata nasional. Saat ini, porsi belanja aparatur di APBD Pemprov NTB tercatat mencapai 33,82 persen, atau sekitar Rp200 miliar. Ini lebih tinggi dari ambang batas maksimal yang ditetapkan pemerintah pusat, yakni 30 persen.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Tri Budiprayitno mengatakan jika sampai dengan tahun 2027 Pemprov NTB belum menyesuaikan belanja pegawai sesuai dengan regulasi pusat, maka Pemprov NTB akan diberikan sanksi.
Dari data yang ada, total pegawai di lingkup Pemprov NTB mencakup PNS, PPPK, dan tenaga non ASN mencapai sekitar 30 ribu orang. Sementara di kabupaten/kota, jumlahnya jauh lebih besar, yakni 82 ribu pegawai, sehingga total se-NTB mencapai 112 ribu aparatur. Angka ini menyedot belanja daerah hingga miliaran rupiah setiap bulannya.
Guna menekan beban keuangan ini, Pemprov NTB kini sedang melakukan efisiensi dan rasionalisasi perangkat daerah. Langkah yang sudah dilakukan termasuk pemangkasan jabatan, penataan ulang struktur organisasi, hingga peninjauan fasilitas-fasilitas pejabat.
“Sudah berhasil ditekan sekitar Rp100 miliar. Masih ada selisih 100 miliar lagi yang harus ditekan untuk bisa kembali ke angka 30 persen, lanjutnya. Salah satu opsi efisiensi yang tengah dikaji adalah mengubah skema fasilitas transportasi dinas. Apakah mobil dinas masih harus dipertahankan, atau justru modelnya diubah,” katanya.
Terkait kemungkinan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama bagi tenaga non-ASN, mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga NTB ini menegaskan sejauh ini belum ada rencana ke arah tersebut.
“Untuk PNS, tidak dikenal istilah PHK. Kita masih menunggu kebijakan pusat terkait sisa tenaga non-ASN. Di Pemprov NTB saat ini masih ada sekitar 9.616 tenaga non-ASN yang status kepegawaiannya belum jelas,” jelasnya.
Tri mengatakan, hal-hal yang berkaitan dengan kepegawaian sifatnya terpusat di pemerintah pusat, sehingga Pemprov NTB masih menunggu arahan kebijakan. “Kita tunggu kebijakan pusat, karena kebijakan berkaitan dengan kepegawaian itu sifatnya sentralistik,” pungkasnya. (era)