Tanjung (globalfmlombok.com)
Suara bising turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Santong menyeruak ke telinga saat kami memasuki ruangan turbin Kamis, 19 Juni 2025. Pegawai PLTMH memberi kami earplug atau penutup telinga untuk menghalau suara bising dari mesin yang sedang beroperasi.
I Kadek Ariana, Manager Unit Layanan Pusat PLTMH Tanjung menemani kami meninjau langsung PLTMH sambil menenteng megaphone di tangan kirinya. Ia berbicara menggunakan alat tersebut agar penjelasannya bisa terdengar di tengah deru suara mesin turbin.
Turbin PLTMH adalah komponen vital dalam PLTMH yang berfungsi untuk mengubah energi kinetik dari aliran air menjadi energi mekanik putaran, yang kemudian diubah lagi menjadi energi listrik oleh generator.
“Rata-rata per tahun produksi kita di 3,5 juta Kwh. Jika terjadi penurunan produksi di Santong misalnya produksi Kwh-nya tidak berpengaruh ke sistem karena ada pembangkit besar yang menopang di sistem,” kata I Kadek Ariana.
Pembangkit PLTMH Santong di Kabupaten Lombok Utara adalah satu dari sekian pembangkit listrik ramah lingkungan yang dioperasikan oleh PLN Unit Induk Wilayah NTB untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan di Provinsi NTB. Lokasinya berada di kaki Gunung Rinjani, sehingga sumber air tersedia cukup melimpah sepanjang tahun.
PLTMH Santong yang memiliki kapasitas 1.000 kilowatt (KW) merupakan salah satu pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN. Pembangkit ini memanfaatkan aliran air pegunungan yang stabil sebagai sumber energi untuk menghasilkan listrik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Pembangkit ini bagian dari upaya strategis PLN dalam mendorong transformasi menuju energi hijau. Ini upaya PLN menghadirkan listrik yang tidak hanya andal, tetapi juga rendah emisi,” kata General Manager PLN UIW NTB, Sri Heny Purwanti saat berbicara kepada media di PLTMH Santong Kamis, 19 Juni 2025.
Saat ini, PLN NTB memiliki total kapasitas pembangkit EBT sebesar 39,20 MW. Dari jumlah tersebut, 16,47 MW berasal dari pembangkit tenaga mikrohidro yang tersebar di Pulau Lombok dan Sumbawa, salah satunya PLTMH Santong. PLTMH Santong menjadi salah satu pembangkit yang menunjang pencapaian bauran energi bersih di NTB yang per Mei 2025 telah mencapai 5,11 persen.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, PLN NTB menargetkan penambahan pembangkit EBT sebesar 457 MW atau setara 36,94 persen dari total tambahan kapasitas listrik di NTB hingga tahun 2034.
Di Pulau Lombok sendiri, pengembangan EBT direncanakan sebesar 190 MW, dengan fokus pada pemanfaatan energi surya plus baterai dan air.
“PLTMH Santong ini bukan hanya pembangkit, tetapi juga simbol dari pemanfaatan potensi lokal untuk keberlanjutan energi. Dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya air di wilayah pegunungan, kami tidak hanya menghadirkan listrik yang bersih, tapi juga memberdayakan wilayah sekitar,” ujar Heny.
PLN terus mendorong pemanfaatan EBT melalui berbagai inisiatif, termasuk penyediaan produk energi hijau seperti Renewable Energy Certificate (REC). Di NTB, program ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi pelanggan dalam mendukung energi bersih dan pencapaian target net zero emission lebih cepat.
Sejumlah pembangkit listrik berbasis EBT telah beroperasi di berbagai wilayah NTB, baik dalam skala mikro, menengah, hingga sistem hibrida. Pembangkit listrik ramah lingkungan ini terdiri atas Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan pembangkit hybrid.
“Jadi keberadaan pembangkit-pembangkit ini tidak hanya menyuplai kebutuhan listrik masyarakat di wilayah terpencil dan kepulauan, namun juga menjadi bagian dari upaya menjaga ketahanan energi daerah dan mendukung target nasional net zero emission 2060.
Di sektor mikro hidro, NTB memiliki sejumlah PLTMH yang tersebar di berbagai lokasi, di antaranya PLTMH Pengga di Lombok tengah, PLTMH Narmada Lombok Barat dan PLTMH Santong di Lombok Utara.
Dari data yang diterima globalfmlombok.com, untuk EBT ini terdapat pula PLTMH Independent Power Producer (IPP) yang dikelola swasta seperti PLTMH IPP Kukusan (PT Persada Karya Tama). PLTMH IPP Sesaoat (PT Tirta Daya Rinjani). PLTMH IPP Kokoq Putih (PT Nusantara Indo Energi). PLTMH IPP Cakra (PT Tirta Daya Rinjani).
Untuk pemanfaatan tenaga surya, sejumlah PLTS juga telah dibangun dan beroperasi terutama di wilayah kepulauan dan kawasan wisata seperti PLTS Gili Trawangan, PLTS Gili Air, PLTS Gili Meno. PLTS ini berperan besar dalam mendukung kebutuhan listrik destinasi wisata ramah lingkungan, serta mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.
Beberapa pembangkit PLTS lainnya dikelola oleh pihak swasta sebagai bagian dari proyek IPP (Independent Power Producer), antara lain PLTS IPP Pringgabaya (PT Infrastruktur Terbarukan Adhiguna). PLTS IPP Selong (PT Infrastruktur Terbarukan Buana). PLTS IPP Sengkol (PT Infrastruktur Terbarukan Cemerlang) dan PLTS IPP Sambelia (PT Delapan Menit Energi).
PLN menyampaikan bahwa saat ini bauran EBT di sistem kelistrikan NTB telah mencapai 5,35 persen dari total kapasitas terpasang. Angka ini ditargetkan meningkat menjadi 25,20 persen pada tahun 2034, sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
“PLN siap berkolaborasi dengan Pemprov NTB dan pihak pihak terkait dalam mencapai target energi hijau,” kata Heny.
Penyuplai Energi Hijau Sambil Berdayakan Warga
Keberadaan PLTMH Santong berada di salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi oleh warga. Air sungai yang dingin dan jernih menjadi magnet warga, terutama pada hari libur dan akhir pekan. Kawasan ini justru semakin ramai setelah muncul PLTMH karena ada akses jalan yang sangat layak untuk dilalui.
I Kadek Ariana, Manager Unit Layanan Pusat PLTMH Tanjung bertutur, di kawasan PLTMH Santong ini terdapat air terjun buatan yang sumbernya dari limpasan air bak tampung yang berada di ketinggian. Saat air dibuang, maka akan muncul air terjun yang indah.
“Ketika bak tampung itu tumpah, maka mengalir ke sungai. Kita open terhadap pengunjung. Bagi warga sekitar, berkegiatan di mana pun di sini silahkan, terlebih di sekitar sini adalah kebun-kebun warga,” katanya.
Menurutnya, setelah kunjungan wisatawan makin ramai di sekitar PLTMH Santong ini, sekarang muncul warung untuk memenuhi kebutuhan pengunjung. Artinya ekonomi warga juga hidup dengan keberadaan wisata yang berdampingan dengan pembangkit listrik ramah lingkungan ini.
Dari segi sumberdaya air, sejak berdirinya PLTMH Santong tahun 2014 sampai dengan saat ini volume air yang digunakan tak akan berkurang sedikitpun, sehingga tidak mengganggu pemanfaatan air oleh masyarakat. Sehingga kebutuhan masyarakat terhadap air, baik untuk irigasi pertanian, konsumsi dan komersil masih tetap terlaksana dengan baik.
“Tak ada kendala bagi masyarakat,” terang Kadek Ariana.
Saat kami melipir ke belakang PLTMH, sejumlah siswa remaja dan anak-anak sedang asyik mandi di sekitar air terjun buatan tersebut. Tak lupa mereka berswafoto dengan latar belakang air terjung temporer hasil limpasan bak penampung pembangkit listrik.
“Kita tetap datang ke sini untuk mandi, terutama pada hari libur,” kata Adit bersama empat orang temannya.
Ia bercerita, orang dari luar Desa Santong juga banyak yang berwisata di sungai dan air terjun PLTMH karena alamnya yang memesona dan airnya yang sejuk.
Keberadaan PLTMH Santong memberi dampak ekonomi yang tak kecil bagi warga sekitar. Selain berupa program tanggung jawab sosial perusahaan dan pemberdayaan lainnya, pembangkit ini telah menghadirkan usaha warga berupa warung yang dibangun di samping area pembangkit.
Jika akhir pekan atau hari libur tiba, lokasi ini ramai dikunjungi warga. Mereka membeli aneka camilan, mie instan atau sekedar kopi untuk menghangatkan badan usai mandi.
“Ramai kalau hari Minggu atau libur. Alhamdulillah ramai kalau sedang banyak pengunjung,” tutur Inaq Rus yang mengelola warung ini.(ris)
