Mataram (globalfmlombok.com)
Pengadilan Tinggi NTB dalam amar putusan banding, menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara terhadap terdakwa pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus Difabel.
Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kelik Trimargo membenarkan terkait putusan tingkat banding tersebut saat dikonfirmasi Jumat, 18 Juli 2025. “Benar, putusannya itu tanggal 16 Juli kemarin, diputus dan diunggah langsung dari pengadilan tinggi di laman SIPP (sistem informasi penelusuran perkara) Pengadilan Negeri Mataram,” ujar Kelik.
Berdasarkan data yang tertera di laman SIPP PN Mataram, putusan banding Agus Buntung pada 16 Juli 2025 teregistrasi dengan nomor: 146/PID.SUS/2025/PT MTR.
Dalam amar putusan tersebut, majelis hakim banding yang diketuai Dewi Perwitasari dengan anggota Suko Harsono dan Sumantono, menyatakan menerima permintaan banding terdakwa dan jaksa penuntut umum.
Majelis hakim banding juga menguatkan putusan Pengadilan Negeri Mataram nomor: 23/Pid.Sus/2025/PN Mtr tanggal 27 Mei 2025 yang dimintakan banding para pihak. Turut disebutkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
“Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” bunyi amar putusan tersebut.
Kelik menyebutkan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti hasil putusan tersebut dengan menyampaikan ke pihak terdakwa maupun jaksa penuntut umum. “Rencananya hari ini tanggal 18 Juli kami akan beritahukan putusan banding-nya kepada para pihak,” ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa para pihak memiliki waktu tujuh hari setelah menerima salinan putusan untuk mengajukan upaya hukum lanjutan. “Jadi, upaya hukum lanjutan itu bisa diajukan tujuh hari itu terhitung saat para pihak menerima putusan,” tandasnya.
Terpisah, kuasa hukum IWAS, Ainuddin mengatakan akan mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
Adapun alasan Ainuddin mengajukan kasasi antara lain, majelis hakim tidak mempertimbangkan kondisi khusus terdakwa sebagai penyandang disabilitas. Padahal secara logis dan yuridis, hal ini relevan untuk menilai unsur perbuatan dalam dakwaan.
“Selanjutnya, putusan banding hanya mengulang amar putusan pengadilan pertama tanpa mengulas atau mempertimbangkan argumentasi pembelaan yang telah kami ajukan dalam memori banding,” tuturnya.
Dia juga menyinggung terkait putusan yang hanya mengandalkan keterangan satu saksi korban tanpa dukungan bukti lain yang menguatkan, sementara tidak ditemukan visum yang membuktikan kekerasan fisik ataupun saksi independen.
“Disebutkan bahwa terdakwa mencabuli lebih dari satu orang, padahal dakwaan dan proses pembuktian hanya membahas satu korban,”
Terakhir, dia merasa majelis hakim mengabaikan prinsip-prinsip perlindungan penyandang disabilitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dan tidak menerapkan asas non-diskriminasi serta kebutuhan khusus hukum bagi terdakwa.
Dalam amar putusan Pengadilan Negeri Mataram, terdakwa I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung dijatuhi hukuman pidana penjara selama 10 tahun serta denda sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan JPU, yakni menuntut agar terdakwa dipenjara 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan pengganti.
Majelis hakim menyatakan bahwa Agus terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencabulan terhadap lebih dari satu korban. Perbuatan tersebut dinyatakan melanggar dakwaan primer yang diajukan jaksa penuntut umum, yakni Pasal 6 huruf c jo Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. (mit)