Jemaat Ahmadiyah yang tinggal di asrama Transito, Majeluk Kota Mataram sejak tahun 2006 silam masih tetap menunggu kebijakan dari pemerintah. Mereka mendambakan tempat tinggal yang layak seperti masyarakat lainnya. Karena itu, komunitas ini telah meminta kepada pemerintah daerah agar diberikan kesempatan untuk memiliki rumah tapak misalnya dengan pola subsidi.
Selain masalah tempat tinggal, satu lagi persoalan yang sempat mengganjal di komunitas ini yaitu masalah bantuan sosial dari pemerintah. Karena statusnya sebagai pengungsi dan rata-rata masyarakat yang tergolong tidak mampu secara ekonomi, maka sudah sewajarnya mereka mendapatkan program sosial dari pemerintah.
Munawarah, ibu rumah tangga jemaat Ahmadiyah yang tinggal di asrama Transito mengatakan, dirinya sangat butuh bantuan sosial dari pemerintah di masa pandemi ini. Terlebih sebagai pedagang di pasar, hasil jualannya anjlok sejak bulan Maret lalu.
“Penghasilan kita betul-betul anjlok kita pak, semasa Corona ini. Konsumen sudah tidak ada sekarang. Harapan kita dari pemerintah, sama seperti masyarakat yang lain kan, kayak bantuan-bantuan sosial seperti beras, minyak, telur. Yang saya lihat teman-teman di luar transito itu dapat 10 kilo beras, 1 tray telur, kadang dapat apel, kadang dapat ayam,” kata Munawarah, yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang kelapa di Pasar Cemara ini.
Kondisi pengungsi Ahmadiyah yang membutuhkan perhatian pemerintah memantik respon dari DPRD NTB. Anggota Komisi V bidang Kesejahteraan Rakyat, Akhdiansyah mengatakan, kelompok minoritas, terlebih yang berstatus pengungsi seperti Ahmadiyah di asrama Transito ini jangan sampai dilupakan.
“Warga negara itu kan berhak mendapatkan layanan negara, apalagi dalam situasi seperti ini masih dalam pandemi. Terlebih anak-anak yang statusnya pengungsi. Itu jangan dilupakan. Maksud saya mohon lah kepada eksekutif terkait agar memperhatikan warga negara kita yang kebetulan hari ini dalam situasi pengungsi,” katanya.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) juga ikut bersuara agar nasib anak-anak pengungsi di masa pandemi agar menjadi perhatian pemerintah. Ketua LPA Kota Mataram Joko Jumadi mengatakan, seringkali di masa pendemi seperti sekarang ini kelompok minoritas dilupakan. Karena itulah pihaknya terus mendorong pemerintah untuk mengecek kembali apa saja kebutuhan mereka di pengungsian, termasuk kepada kelompok anak-anak.
“Ini harus prioritas, anak-anak yang rentan termasuk pengungsi. Itu kan harus menjadi prioritas pertama ketika masa-masa seperti ini. Karena mereka sudah termasuk rentan, kena lagi sama pandemi, pasti risiko mereka lebih besar ketimbang yang di luar pengungsian,” ujarnya.
Terkait dengan keberadaan jemaat Ahmadiyah di asrama Transito,Pemerintah Daerah mengklaim tetap memberikan perhatian kepada para pengungsi Ahmadiyah selama pandemi. Gubernur NTB Dr. H. Zulkieflimansyah bersama Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB H. Ahsanul Khalik pada tanggal 9 Mei 2020 lalu pernah mengungjungi asrama Transito untuk melihat lebih dekat kondisi mereka.
Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB H. Ahsanul Khalik mengatakan, Pemerintah Provinsi NTB pada saat berkunjung itu menyerahkan sebanyak 70 paket sembako untuk 35 KK.
“Mereka juga terdampak Covid-19, dalam situasi Covid ini mereka tak bisa bekerja dengan baik seperti hari-hari biasa, maka kita berikan sembako sambil terus melihat apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan mereka,” ujarnya.
Pada saat kunjungan Gubernur NTB ke asrama Transito itu, baru empat KK jemaat Ahmadiyah dari total 35 KK disana yang mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH). PKH adalah program bantuan sosial bersyarat kepada keluarga miskin yang jumlah bantuannya disesuaikan dengan komponen dalam keluarga tersebut.
Terkait hal ini, Syahidin ketua RT Ahmadiyah Transito mengharapkan agar lebih banyak lagi warganya yang mendapatkan bantuan PKH. Masalahnya rata-rata keluarga di sini dalam keadaan kurang secara ekonomi. Ia pun mengaku sering bolak balik ke Kantor Dinas Sosial untuk menanyakan masalah bantuan sosial ini.
“Sudah berkali-kali saya ke bagian PKH Dinas Sosial Provinsi, rutin sudah saya tanya masalah keberadaan atau bagaimana sih tanggapan atau penanganan mengenai warga kami yang ada di sini, misalnya masalah PKH dan bantuan yang lain-lain,” tutur Syahidin saat ditemui bulan Agustus lalu.
Setelah cukup lama menunggu, angin segar akhirnya datang juga. Tanggal 7 September 2020 sebanyak 18 KK warga Ahmadiyah Transito akhirnya kembali mendapatkan program PKH tersebut. Sehingga total jumlah KK yang mendapatkan program ini menjadi 22 KK.
Kepala Bidang Linjamsos Dinas Sosial Provinsi NTB Sulaiman Jamsuri mengatakan, bantuan tersebut sudah bisa dicairkan oleh penerima manfaat di agen bank penyalur. “Dari 25 yang diusulkan untuk menerima bantuan PKH, setelah melalui proses, akhirnya sebanyak 18 yang kita realisasikan. Sisanya tujuh belum memenuhi untuk masuk dalam program bantuan PKH,” kata Sulaiman.
Akhirnya, jemaat Ahmadiyah Transito akan terus berupaya merawat rasa syukur walaupun hidup di tengah kekurangan. Akan tetapi kebijakan yang terbaik dari pemerintah akan tetap diharapkan untuk melanjutkan hidup, mulai dari bantuan sosial hingga masalah tempat tinggal kedepannya, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Munawarah
“Kita memang kurang, tapi tidak boleh merasa kekurangan, namun perlu kita dapat bantuan karena rata-rata ada anak-anak sekolah di sini, sementara penghasilan kita betul-betul anjlok kita. Kalau soal rumah harapan kita ke pemerintah itu kita di luar saja, namun kalau pemerintah mau ngasi kita di sini, apa boleh buat, terpaksa kita terima” tutupnya.(tim)
Liputan ini terselenggara atas dukungan beasiswa meliput isu keberagaman di tengah Pandemi oleh Sarikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan Internews.
No Comments